Senin, 04 April 2011

(ISLAM DAN ERA GLOBALISASI) (INTERNALISASI NILAI-NILAI KEISLAMAN: MENUJU INDONESIA LEBIH BAIK)


(ISLAM DAN ERA GLOBALISASI)
(INTERNALISASI NILAI-NILAI KEISLAMAN: MENUJU INDONESIA LEBIH BAIK)

1.      Ma’na Modernitas dan  Suatu Tantangan Multidimensional Terhadap Islam
2.      Islam dan Media Di indonesia
3.      Islam dan Persoalan Kemausian
·         Manusia dan pertengkaran
·         Ahmadiah
·         Islam dan bencana
·         Islam dan kemiskinan
·         Teroris/Jihad




































Pendahuluan

Era Globalisasi ini di tandai dengan penemuan penemuan baru dan kemajuan-kemajuan di beberapa bidang. Secara praktis, manusia di bikin mudah oleh berbagai temuan moderen: menciptakan kemunkinan keminkinan bagi perbaikan taraf kehidupan manusia, mengangkat penderitaan fisik, dan meringankan beban berat mereka. Yang mana setiap individu dapat mengakses secara mudah perkembagan dan penemuan ilmu pengetahuan yang bergerak cepat dari hari kehari.
Dengan kemajuan era ini  sehingga di sebut juga dengan -era revolusi technology dan informasi, era digital, dan internet. Memang benar-benar menapikan wajah yang berbeda dari era-era sebelumnya. Dan salah satu bentuk keberhasialan era ini adalah menyababnya umat manusia di segala penjuru dunia, yang membuat setiap individu tak lagi terhalang untuk mengakses perkembangan dan penemuan ilmu pengetahuan yang cepat setiap hari. Sebagaima dikatakan oleh Appadurai.
Identifies five conceptual dimension that are constituted by global culture flows: Etnoscapes (shifting population made up of tourists, immigrants, refugees, and exiles): technoscapes (development of technologies that facilitate the rise of TNC): Finnanscape (flows of global capital): Mediascapes (Electronic capabilities to produce and disseminate information): and ideoscapes (ideologies of states and social movements). (Appdurai: Manfered B. Steger. 2002  H. 37)
Menurut Appadurai bahwa ada lima dimensi yang diciptakan oleh budaya global yaitu pertama, perubahan penduduk menjadi pariwisatawan, pendatang, pengungsi dan pengasingan. Kedua, kemajuan technology. Ketiga berkembangnya capital global , kemajuan media ya’ni kemampuan elektronik untuk membuat dan mengkemas informasi. Dan kelima perkembangan pemerkiran yaitu pemikiran yang membawa keperubahan social. (Appdurai: Manfered B. Steger. 2002  H. 37)

Selain itu juga era gelobalisasi ini berkembang institusi modernitas yang terdiri dari kapitalisme, industrilisme, pengawasan negara dan  bangsa . Jadi, dunia modern di tandai dengan serangkaian negara-negara kapitalis industrial yang terlibat dalam pemantauan secara sistematis terhadap penduduk mereka. Globalisasi ini di pahami sebagai ekonomi kapitalis dunia dan system informasi global,
Berbagai bentuk perubahan social yang menyertai era globalisasi tersebut, pada giliranya, mempengaruhi cara pandang manusia terhadap kehidupan semesta. Pada era global, nilai, norma, dan cara hidup berganti begitu cepat menjadi tatanan baru. Tatanan itu semakin menjauhkan manusia dari kepastian moral dan nilai luhur yang telah dipegang teguh sebelumnya. Sebagaimana  dijelaskan juga oleh Robettson (1992).
The concept of globalization refers us to an intensified compression of the world and our increasing consciousness of the world, that is, the ever –increasing abundance of global connections and our understanding of them. This compression of the world can be understood in terms of the institutions of modernity, while the reflexive intensification of consciousness of the world can be perceived beneficially in cultural terms. (Robetson: Chris Barker. 1992. H. 111)
Di jelaskan oleh Robettson(1992) bahwa konsaep globlisasi mengacu kepada penyempitan dunia secara intensif dan peningkatan kesadran kita atas dunia, yaitu, semakin meningkatnya koneksi global dan pemahaman kita atas mereka. “penyempitan dunia ini dapat diphami dalam kontexs institusi modernitas, sementara intensifikasi kesadran dunia secara refleksif dapat dipersepsikan secara lebih baik secara budaya. (Robetson: Chris Barker. 1992. H. 111)

Pada era sekarang ini, kita menghadapi banyak permasalah  dari ekonomi, politik, budaya dan agama. Hampir setiap saat di beritakan media massa hal-hal yang  merupakan permasalah dan dampaknya akan merugikan bangsa ini seperti perkelahian antar kampung, suku, agama dan Negara, koropsi, saling suap, pemerkosaan dan lain-lainya. padahal di Indonesia adalah mayoritas islam. Yang seyogyanya damai. Aman dan dan bermartabat, namun yang terjadi adalah pertengkaran, kekacauan dan kemiskinan. Negara ini cukup kaya dengan struktur pemerintahan karena disemua lini sudah ada yang mengontrol dan bertanggung jawab, tapi sayangnya yang bertanggung jawab juga terprangkap dalam masalah. Tentu semua ini tidak lepas dari dampak era tersebut  yang merobah pola hidup menjadi manusia yang individualistis karan integritas social sudah teriris dengan institusi-insitusi moderen seperti gotong royong dan sillaturrahim  yang sedikit-demi sedikit akan  hilang dengan datangnya teknologi canggih,
Kenyataan diatas, pada giliranya, mendorong sebagian orang, untuk mempertanyakan seberapa besar dampak negative semua itu terhadap agama-agama secara umum, dan secara khusus terhadap islam ? Namun, ada pula yang bertanya secara lebih sepicific: apakah di tengah-tengah kemajuan tersebut agama masih memiliki peran dan tempat dalam kehidupan manusia ? Ataukah agama betul-betul terpinggirkan dari kehidupan manusia modern ?
Ada banyak pertanyaan yang harus di jawab oleh setiap individu dalam kontexs permasalahan ini. Islam sendiri tidak bisa tutup mata dari segala perkembangan yang terjadi saat ini atau pada massa-masa yang akan datang. Lebih-lebih, Islam pada hakekatnya adalah agama kehidupan, dengan segala elemen dan seginya, baik yang bersipat materi maupun mental.
Agama, sebagaimana dinyatakan banyak kalangan, dapat dipandang sebagai instrument ilahiah untuk memahami dunia. Islam, dibandingkan dengan agama-agama lain, sebenarnya merupakan agama yang paling mudah untuk menerima premis semacam ini. Alasan utamanya terletak pada ciri islam yang paling menonjol, yaitu sifatnya yang “hadir di mana-mana”(omnipresence). Ini sebuah pandangan yang mengakui bahawa “di mana-mana, “ kehadiran islam selalu memberi “panduan” moral yang benar bagi tindakan manusia.” Sebagaimana dalam hadis Nabi Muhammad SAW : Addinunnasihati (HR. Bukhori Muslim). Artinya agama itu adalah nasihat (Riwayat Bukhori Muslim)
Berdasarkan hadis diatas semua permasalah diindonesia ini yang memebuat negri ini kacau, rendah sumber daya manusianya dan miskin bukan terletak pada agama, tetapi lebih pada pemahaman keagamaan yang pincang. Artinya, segala kemunduran, kejemudan, dan keterbelakangan yang banyak ditemui didunia islam saat ini bukan disebabkan oleh agama, tetapi oleh kekerdilan pikiran dan ketertutupan mata hati dalam menangkap pesan-pesan pokok agama dan kehidupan secara bersamaan. Anehnya, pola pikir dan pemahaman yang kerdil tersebut tidak hanya menebarkan polusi cara pandang, tetapi secara semena-mena telah melakukaan kejahatan dengan menisbatakan setiap pandanganya kepada agama.
Dalam bab ini akan mambahas tentang internalisasi nilai-nilia keislaman menuju Indonesia Indonesia lebih damai dan sejahtera, Oleh karena itu internalisasi nilai keislaman akan bisa menjadi solusi dari semua permasalah yang merugikan Negara ini.. karena  agama islam bukan hanya mengajarkan spiritual tapi sebagai nasihat dari semua aspek kehidupan.  Ajaran Islam yang ditunjukkan melalui alquran dan hadis cukup sebagai pegangan dalam mengawasi dan membimbing umat manusia.
Nilai-Nilai Islam artinya cara bersikap dan berbuat  yang lebih baik dan sepantasnya menurut islam. Karena nilai dalah bisa menentukan sikap seseorang dalam mengantisipasi dan memecahkan setiap persoalan yang dihadapinya. Sebagaimana dikatakan oleh Stephen P. Robbins dalam buku Organizational Behaviour:  “Values represent basic conviction that “a specific mode of conduct or end-state of existence is personally or socially preferable to an opposite or convers mode of conduct or end-state of existence” (Stephen P. Robbins 2005)
“Yang dimaksudkan dengan nilai adalah Cara yang tebaik untuk melakukan sesuatu didalam dirinya atau kelompok.” (Stephen P. Robbins 2005. H. 70)
Dalam bab ini tidak berbicara Negara islam karena Negara Indonesia belum bisa masuk kewilayah tersebut, tentu ada beberapa pertimbangan, sekalipun ada beberapa kalangan yang ingin mendasarkan seluruh kerangka kehidupan social, ekonomi, dan politik pada ajaran islam secara eksklusif, tanpa menyadari keterbatasan dan kendala-kendala yang bakal muncul dalam peraktiknya.  Ekpresi –ekpresinya dapat ditemukan dalam istilah-istilah simbolik yang dewasa ini popular seperti revivalisme Islam, kebangkitan Islam, revolusi Islam, atau fundamentalisme Islam. Sementara expresi-expresi seperti itu didorong oleh niat yang tulus, tidak dapat dipungkiri bahwa semunya tidak dipikirkan secara matang dan pada kenyataanya lebih banyak bersipat apologetic. Gagasan –gagasan pokok mereka, seperti di kemukakan Muhammad Arkoun, “tetap terpenjara oleh citra kedaerahan dan etnografis, terbelenggu oleh pendapat classic yang dirumuskan secara tidak memadai dalam bentuk-bentuk slogan ideologis kontemporer,” Lebih lanjut, “artikulasi mereka masih tetap didominasi oleh kebutuhan sociologis untuk meligitimasi rezim-rezimmasyarakat islam dewasa ini.
Globalisasi beserta masalah yang ditimbulkanya merupakan kenyataan yang tidak bisa dihindari, kalu menghindar kita termasuk orang yang tidak bijaksana . sehingga langkah yang kita gunakan sebagai modal kita menghadapi globalisasi ini adalah menginternalisasi Nilai-Nilai keislaman karena berfungsi sebagai pengontrol dan pengawas (jadi lebih dominant terhadap tindakan), baik peribadi maupun kelompok..

  1. Ma’na Modernitas dan  Suatu Tantangan Multidimensional Terhadap Islam

A. Ma’na Modernitas dan Suatu Tantangan Multidimensional

“To have fail to solve the problem of producing goods would have been to continou man in his oldest and grievous misfortune. But to fail to see that we have solve it and to fail to see that proceed thence to the next task task would be fully as tragic”. (Jhon Kenneth Galbraith. H. 275)
“Kesulitan untuk menghadapi masalah produksi sekrang akan terus berlangsung. Dan akan menjadi kemalangan juga apa yang akan dating” (Jhon Kenneth Galbraith. H. 275)
Dari pernyataaan di atas itu adalah problema pokok yang di hadapi manusia moderen. Yaitu problema tindak lanjut setelah modernitas itu sendiri yang telah berhasil diwujudkan dalam bentuk kemudahan hidup dan kemakmuran.
Modernitas membuat segalanya lebih efesience dan effective dalam semua hal disebabkan karna zaman industri, jadi yang bekerja sebagian besarnya adalah mesin akan berhenti manual dengan pertimbangan waktu,  kemoderenan ini tentu tidak bisa hanya di pandang dari segi dhohirnya saja upaya tidak terjebak dengan kemudahan semata  tapi suatu hal yang harus bisa kritisi dalam mengkonsumsinya..
Yang menjadi permasalahan pada zaman moderen menurut pernyataan diatas adalah kemakmuran dan masa setelah kema’muran, jadi keduanya mempunyai tantangan, yang menjadi problema masayarakat yang telah ma’mur adalah bagaimana tindak lanjutnya supaya kemakmuranya tidak menjadi sutu hal yang sia-sia.   
Masyarakat Indonesia tidak bisa lepas dari modernity dimanapun mereka berada karena bukan sipatnya temporal tapi menyeluruh, sehingga tidak ada sekeping kawasan pun dari permukaan pelanet ini yang mampu mengisolir dan menghindarkan diri dari berbagi dampak kehidupan moderen di tempat lain. Apa yang terjadi di new york terasa dampaknya di jakarata, dan seterusnya.

B. TANTANGAN MULTIDEMENSIONAL

Timbulnya berbagi dimensi kehidupan yang berkembang cepat hingga menunjukkan kedahsyatnya motivisir kebutuhan hidup yang komplek. Kebutuhan hidup yang makin lama mengklaim mekanisme yang lebih cepat dan tepat. Itulah sebabnya, masing-masing sektor kehidupan merubah formatnya dengan gaya moderen. Globalisasi keadaan telah mengakibatkan peroblematika yang rumit baik dari teropong kuantum, kualitas, waktu dan sasaranya.
Dari segi kuantum, timbulnya hampir seluruh sektor kehidupan dengan format moderen sebagai tantangan yang berat. Menuntut sestem kerja dan cara berpikir serba kritis, creative, terampil, mandiri dan produktif sebagai kondisi yang menyertai berlangsungnya kehidupan moderen namun tidak semua siap merubah  sikap guna menghadapi kehidupan moderen. Kalau orang belum siap menghadapi zaman ini, tentu cepat atau lambat akan tergilas tatanan kehidupanya, namun adaptasi tanpa seleksi atau keritik akan menjadi penyakit. Disinilah pentingnya ilmu untuk menghadapi zaman ini supaya bisa kita mendapat sisi positifnya. Oleh karena itu sebagi umat Muslim harus berperan aktip dan progresip dalam menghadapi kemoderenan ini, karena kalau kita hanya sebagai penonton maka posiosi kita seperti tidak ada yang disebut dengan Wujudihi Kaadamiohi.
Dari teropong kualitas, kondisi kehidupan moderen tidak selalu mencerminkan hasil positif, orang-orang masih melihat kuantitas yang diperoduksi ini sebagai figurative modernitas. Orang-orang belum sepakat memandang negative akan hal-hal yang merusak kepentingan individualnya. Padahal perubahan kondisi itu dapat terwujud melaui upaya secara intensif dan menyeluruh. Umat Islam masih banyak melihat kemodernitas hanya dari wajahnya tapi akibat yang di timbulkan sangat berbahaya. Banyak yang sudah menyadari akan dampak negatif modernitas dari segi kualitas yang di produksinya tapi belum siap untuk meninggalkanya atau mengkritisinya. Konsekuensinya umat Islam berlarut dalam lembah pembodohan. 
Dari tinjauan waktu, pengaruh budaya negative menyimpan energi destruktif di masa akan datang. Ia berorientasi tidak hanya pada sasaran waktu sekarang tapi juga waktu yang akan datang, sebagai tatanan kontinyuitas, akibat negative sekarang akan terus menjalar ke generasi masa akan datang, budaya negative sekarang masih ada kaitan dengan budaya masa lampau yang sengaja keadaannya sesuai dengan sekenarionya.Warisan budaya negative sekarang mampu berkembang biak untuk menkonstruksi budaya negative pada masa akan datang bahkan lebih negative lagi, karena tantangan zaman sekarang lebih berat dengan zaman dulu dan tantangn masa akan datang lebih berat dengan sekarang,  orang yang tidak bisa memfilter dirinya akan hanyut dalam budaya yang lebih mengerikan dan kualitas generasi akan mengalami degradasi.
Dari pemantauan sasaran, modernisasi akan terus menyerang umat manusia dimana saja berada, walaupun modernitas ini berasal dari barat tapi akan terus menyerang dunia timur secara umumnya dan islam secara khususnya, jadi, dua hal yang harus di perhatikan yaitu interen dan exteren. Dari segi interen moderenitas sudah menjerat hidup umat manusia.  Umat muslim ada yang bisa beradaptasi dan ada juga yang tidak. Tentu ini menjadi tanggung jawab semua umat Islam supaya bisa beradaptasi dan selektif serta keritis dengan modernitas. Dari segi extern dunia barat terus menerus berpikir bagaimana untuk merubah tatanan hidup umat Islam dengan bermacam-macam cara karena mereka itu adalah kaum yang sangat kereatif yang selau berpikir untuk merubah dan berkuasa tanpa batas.


C. PANDANGAN HISTORIS TENTANG ZAMAN MODEREN

Modernisasi ditandai oleh kreatifitas manusia dalam mencari jalan mengatasi kesulitan hidupnya di dunia ini. Sungguh, modernisme, kususnya ada di Barat, adalah suatu antroposebterisme yang hampir tak terkekang. Arnold Toynbee, seorang ahli sejarah yang terkenal, mengatakan bahwa modernitas telah mulai sejak menjelang akhir abad ke lima belas masehi, ketika orang barat berterima kasih tidak kepada tuhan tetapi kepada dirinya sendiri karna ia telah berhasil mengatasi kungkungan keresten abad pertengahan. (Arnold Tynbee. 1948:  Nurkhalis Majid. 2000. 464)
Tapi betapapun kereatifnya manusia di zaman moderen, namun kretifitas itu, dalam persefective sejarah dunia dan umat manusia secara keseluruhan, masih merupakan kelanjutan berbagai hasil usaha (achievements) umat manusia sebelumnya. Unsur-unsur element cultural kehidupan moderen seperti bahasa, norma etis (sebagaiman antara lain dicerminkan dalam agama), bahkan hurup dan angka serta temuan-temuan ilmiah, meskipun bentuknya masih germinal dan embrionik, adalah product zaman sebelumnya, yaitu zaman agraria. Tanpa pernah ada zaman agraia itu, Zaman moderen sendiri sama sekali mustahil. Oleh sebab itu, pertama-tama Moderen harus dipandang sebagai kelanjutan wajar dan logis perkembangan kehidupan manusai.
Karena merupakan suatu kelanjutan logis sejarah, maka modernitas adalah suatu yang tak terhindarkan. Lambat atau cepat modernitas tentu muncul dikalangan umat manusia, entah kapan dan bagian mana dimuka bumi ini. Jika ’kebetulan ‘ momentum zaman moderen dimulai oleh eropa barat laut sekitar dua abad yang lalu, maka sebenarnya telah pula terjadi “kebetulan “ serupa sebelumnya , yaitu dimulainya momentum zaman Moderen membawa implikasi terbentuknya nsgara-negara nasional, maka konsep lembaga kenegaraan itu sendiri adalah akibat langsung dan diciptakan oleh zaman Agraria.(Lucian P. Pye.: Nurkhalis Majid. 2000. H. 451)
Maka muncullah zaman agraria juga di sebut sebagai permulaan sejarah, dan zaman sebelumnya disebut zaman pra-sejarah yang tanpa ‘peradaban”.  Karena itu lembah mesotomia dianggap sebagai tempat “buaian” peradaban manusia. Dan patut diingat bahwa semua agama besar, baik yang sematik (yahudi, Kresren dan islam) maupun yang “asia” (Hinduisme, budjisme, konfusionisme) lahir dan berkembang dizaman agria sendiri, semenjak permulaanya oleh bangsa sumeria tersebut, telah berlangsung selama sekitar lima puluh abad, sementara zaman moderen, dalam bentuknya yang mekar sekarang ini, baru berlangsung sekitar dua abad saja.

D. Hakikat modernitas

Gambaran menyeluruh modernitas sebagai budaya dunia itu secara ringkas dirumuskan Lucian W.Pye 1965: “It is based on advanced technology and the spirit of science, on relational view of life, a secular approach to social relations, a feeling for social justice in public affairs, and above all else, on the acceptance in the political realm of the belief that the prime unit of the polity should be notion-state”(Lucian W.Pye:Nurkhalis Majid. 2000. 453)
Berdasarkan teknologi dan kekuatan ilmu pengethuan, berhubungan dengan pandangan hidup, sebuah pendekatan yang sekuler untuk hubungan social, terbentuk keadilan social di urusan pablik, dan selain itu akan terbentuk konsep-konsep politik suatu ngara.(Lucian W.Pye: ibid. 2000. 453)
Menurut Pye dengan statemen diatas sangat jelas bahwa modernitas mengandung unsur-unsur budaya dan pengalaman barat, seperti misalnya consept Negara bangsa, selain unsur-unsur yang sipatnya universal seperti ilmu dan teknologi.
Dan di jelaskan juga oleh Chris Barker. 2000. H……. : “Modernity is a post-middle ages, post-traditional order marked by change, innovation and dynamism”.
Modernitas adlah pasca-zaman pertengahan, pasca-tatanan traditional yang ditandai oleh perubahan, inoavasi, dan dinamisme.
Dengan perkembangan zaman sampai masyarakat Indonesia merasakan zaman moderen. Zaman moderen bukan zaman tanpa masalah . Masalah yang timbul karena inti dari zaman tersebut bukanlah kebaruanya yang seolah-olah tidak ada zaman setelahnya. Di samping itu. Perkataan “moderen” mengisyaratkan penilaian tertentu yang cendrung positive (‘moderen’ berarti maju dan baik). Padahal, dari sudut itu hakekatnya. Zaman moderen itu sesungguhnya bernilai netral saja.
Maskipun sebagian orang menganggap zaman ini udah sempurna, secara konvensi dilihat pada intinya zaman ini pantasnya disebut sebagai zaman teknik (technical age) karena, pada munculnya zaman ini adanya peran central technicalisme   serta bentuk masyarakat yang terkait dengan technicalisme itu” bukti keterkaitan dengan tecknik ini karna zaman ini mengacu pada tecnololgi industri, sehingga hubungan manusia akan menjadi global.
Manusia tidak akan bisa terlepas dari moderen yang merupakan konsep yang dibuat oleh orang barat dua abat yang lalu, karena, pergerakan moderen ini lewat technologi. Tentu dimanapun manusia berada akan menemukan teknologi dan seandainya belum menemukan pasti mengatur langkah untuk merncapai itu. Sehingga konsep yang dirumuskan oleh Lucian Pye adalah a secular approach to social relations yang mengarah bahwa zaman moderen ini akan membentuk hubungan manusia akan menjadi Global.
Jadi pada hakikatnya moderen ini bukan suatu hal yang baru karana konsepnya sudah dimunculkan dua abad yang lalu bahkan sudah mulai ada masa sesudah moderen yang tidak setuju dengan moderenity ini sehingga mengeluarkan konsep baru lagi. dan inti dari zaman ini adalah perubahan technik karna diacu sebagai dorongan besar utama  umat manusia  memasuki zaman sekarang ini yang berbentuk revolusi industri ( Tecknologi).sebagaimana Menurut  Ruslan Abdul Ghani :
“Menilai isu globalisasai (institusi moderen) sekarang ini terlalu dibesar-besarkan. Sehingga seolah-olah merupakan istilah baru dan kejutan istimewa. Padahal, proses perubahan dan saling mempengaruhi itu sebenarnya sudah lama berlansung. Globalisasi dan globalisasi bukan kejutan, tapi kelanjutan dari peroses internasionalisasi, Supranasionalisasi serta kosmopolitanisasi dari dunia barat yang sudah berlangsung sejak abad ke 17. Dengan keunggulan ilmu pengetahuan dan teknologinya mereka ingin menguasai benua-benua yang masih terbelakang.” (Ruslan Abdul Goni 1992:Mujammil 1993 .H.133)    

E. Sikap Islam Menghadapi Zaman Moderen

Islam, in entering into the proletarian underworld of our latter day Western civilization, may compete with India and the Far East and Russia for the price of influencing the future in ways that may pass our understanding.(Arnold Toynbee.Nurkhali majid. 2000 H..456 )
Isalm, memasuki zaman yang akan datang bisa bersaing dengan orang-orang yang ada didunia barat untuk mendapatkan jalan yang lebih baik.
Firman Allah. Innallaha la yugayyiru biqaumin hatta yugoyyitu binafsihim…….
…….. in ways that may pass our understanding. Ini adalah suatu ungkapan untuk menggugah semangat kita sebagai masyarakat Islam yang mana ada kemunkinanya kelompok manusia bukan barat dalam hal ini Islam, untuk menemukan jalan hidup yang lebih unggul daripada yang ada pada orang barat moderen sekarang ini.  Ungkapan Arnold Toynbee ini juga bisa dilihat sebagai harapan kepada bangsa-bangsa Muslim, untuk aktip berpartisipasi dalam usaha mengembangkan peradaban moderen dengan cara lebih perofessional dalam menggunakan segala pasilitas atau product hasil modernitas.

Umat Islam di Indonesia ini harus mempunyai jiwa yang optimis karena dengan jiwa yang optimis Akan bisa membuat Indonesia lebih maju (menjadi tempat yang membahgiakan) dengan orang-barat sebagai mana yang terjadi pada zaman dahulu bahwa teknik dan teknologi orang Arab bisa mengalahkan orang Yunani. Ini disebabkan menurut pandangan ahli sejarah karena pandangan Islam optimis sebagaiman dikatakan oleh max:
“In science, the Arabs outstanced the Greeks. Greek civilization was in science, a lush garden full of beautiful flowers that bore little fruit. It was a civilization rich in philosophy and literature, but foor in techniques and technology. Thus it was the historic task of the Arabs and the Islamic jews to break through this greek scientific cul-the-sac, to stumble upon new paths of science-to invent the concepts of zero, the minus sign, irrational numbers, to lay the pondations for the new science of chemistry-ideas which paved the path to the moderent scientific world via the minds of post-renaissance European intlectuals.)”(Max I. Nurkhalis Majig 2000. H. 474)
Artinya: Dalam sains, bangsa Arab (Muslim) jauh meninggalkan bangsa Yunani. Peradaban Yunani, pada esensinya, adalah sebuah taman yang subur, yang penuh dengan banga-bunga indah yang tidak banyak berbuah. Ia adalah perdaban yang kaya dan dengan filsafat dan sastra, namun miskin dalam teknik dan teknologi. Maka merupakan usaha bersejarah dari bangsa Arab dan yahudi islam untuk menerobos jalan buntu keilmuan Yunani ini, untuk mendapatkan jalan baru sain-menemukan konsep nol, tanda minus, angka irrasional, dan meletakkan dasar-dasar ilmu kimia baru-yaitu ide-ide yang meratakan jalan kea rah dunia ilmu pengetahuan moderen melaui senagat para pemikir setelah renaissance. (Max I. Nurkhalis Majig 2000. H. 474)
Menghadapi problematika dunia moderen ini dapat ditarik preposisi bahwa problematika dewasa ini multikomplek lagi multidimensional. Dari tinjauan kuantum, kualitas, waktu dan sasaran proses dimensi kehidupan manusia mendiskripsikan variasi dan pluralitas format. Masing-masing jenis merupakan tantangan yang menuntut jawaban memuaskan. Islam perlu ditranslasikan dan diinterpretasikan melalui kontek yang inherent dengan problematika yang dihadapi namun tidak sampi memaksakan.
Sumber ajaran Islam disamping Alquran adalah As-Sunah, Alquran bersipat mujmal sedang assunnah bersifat mufashal; memerinci thesis-thesis Alquran yang masih global. Meskipun Assunnah bersipat mufashal ya’ni tafsil Alquran atau tafsil Al-kitab, dalam hal tertentu ia tidak menguraikan secara rinci. Keadaan ini bertujuan memberi kesempatan orang Islam agar berkultur berdasarkan inspirasi Alquran maupun Assunnah tersebut. Seumpama Alquran dan Assunnah menguraikan seluruh kehidupan manusia secara detail, akibatnya di kalangan umat Islam fatal sekali, timbul sikap pasif bagai robot.
Islam memberi jawaban terhadap tantangan-tantangan zaman moderen dari masing-masing segi. Dari teropong kuantum, secara general islam sudah mengajarkan kita bahwa betapapun canggihnya technologi, tinginya ilmu pengetahuan, bagi islam tidak mengenal finis. Sunnatullah tidak akan pernah terkuras habis dengan teknolog. Sunnatullah sudah menyimpan rahasi-rahasia yang tidak bisa dijangkau oleh manusia. Masih banyak yang belum dikaji dan ditemukan oleh orang-orang barat. Imam syafii  mengatakan “Setiap masa mendidikku, aku menyadari kekurangan akalku, dan setiap bertambah ilmuku, bertambah pula kebodohanku(Assafi’.: Mujammil. 1993. H. 136). Ungkapan ini memberikan gambaran kepada kita betapa luas ilmu yang terhampar dimuka bumi ini.
Menyikapi hasil kebudayaan moderen yang negative, Islam memakai kaedah umum mengatakan: menolak kerusakan ambil kebaikan(syaekh Abdullah bin said Muhammad). Jadi, Islam mengajarkan kita untuk beradaptasi dengan masa papun tapi tetap memfilter diri dengan kaedah diatas sehingga manpaat dari zaman ini bisa kita dapatkan. fasilitas-fasilitas yang di peroduksi oleh modernitas tersebut yang harus tetap diwaspadai dan dikoreksi dalam pengugunanya. Islam adalah agama yang rohmatullilalamin. tentu islam sebagai kendali dalam melaksankan aktivitas apaun  termasuk menghadapi zaman ini,  islam bukan agama yang harus dipaksakan mengikuti zaman tapi sebagai kendali terhadap orang yang hidup pada zaman tersebut. Islam bukan agama yang kuno sebagaimana yang dikatakan oleh sebagian orang, tapi Islam adalah mengajarkan bagaiman cara hidup yang baik dan bermartabat pada semua zaman.
Islam memiliki kualitas tersendiri yang tidak ada tandinganya yaitu kegaerahan dalam memahami dan menjaga kemurnian kitab suci dengan selalu mengadakan dialok-dialok secara egalitar tanpa batasan formalitas hirarki keagamaan sebagaimana yang dilakukan oleh Intelektual-Intelektual muslim , maka dialok adalah suatu hal tang sangat menonjol pada orang-orang islam, sehingga menurut pengamatan Gellner , di antara berbagai agama yang ada hanya hanya islam yang sanggup bertahan dengan mengatasi persoalan kesenjangan antara yang normative dan yang konkret histories, atu antara tradisi besar dan tradisi kecilnya sebagaimana yang dikatakan oleh Gellner:
“ Only Islam Islam survives as a serious faith perbanding both a folk and a great tradition. Its great tradition is modernisable: and the operation can be presented. Not as an innovation or consession to outsiders, but rather as the continouation and complition of an old dialogue within Islam.” ( Gellner, Nurkhalis majid. 2000. H. 471)
Hanya islam akan bertahan sebagai keimanan yang serius, yang mengtasi baik tradisi kecil maupun besar. Tradisi besar Islam tetap dapat dibuat moderen;dan pelaksannya bisa disajikan tidak sebagai penambahan baru atau konsensi kepada orang luar, melainkan sebagai kelanjutan dan penyempurnaan dialog lam dalam islam.
   Islam menghadapi kekutan energi yang tersimpan pada budaya negative untuk menkonstruk budaya negative yang lain adalah dengan ajaran Islam yang di terangkan dalam alquran yang artinya Hai orang-orang yang beriman, takutlah kepada allah dan hendaklah setiap hari itu memperhatikan apa yang hendak dipersembahkan (kepada Allah) pada hari esoknya. Melalui ayat Islam mengajarkan untuk terus menerus mempersiapkan masa mendatang, jadi, betapapun dahsyatnya goncangna moderen, tetap tidak akan bisa merobah pendirian umat islam selama dia beriman dan mengamalkan apa yang ada dalam alquran. Yang perlu diperhatikan generasi muda umat Islam yang akan lebih berat tantanganya dalam menghadapi zaman ini untuk dibekali dengan ajaran keislaman dan mendoktrin untuk slalu belajar agama. Para ulama khususnya dan Muslim pada umunya harus memperhatikan generasi-generasi pemuda Islam agar teguh pendirian terhadap agama.
Menghadapi tantangan moderen yang masuk ke dunia Islam baik secara interen maupun eksteren. Maka umat Islam disaat menghadapi kondisi global ditengah-tengah komunitas Muslim, Islam berperan sebagai sebagi pembimbing, korektor dan pemberi contoh terhadap bentuk kehidupan global. Sedang dikala menghadapi kondisi global yang terdapat didunia luar, yang lebih dahulu mencapi kemajuan dan lebih memebahyakan akibat pengaruh negatifnya. Menuntut kaum muslimin agar tidak sekedar menerima dan mengikuti melainkan yang lebih penting adalah bersikap selektif dan korektif dengan menjadikan Islam sebagi standard dan ukuranya.
Jadi yang terpenting di semua segi cara menghadapi zaman moderen ini adalah dengan pendidikan baik pendidikan agama ataupun umum serta menginternalisasi nilai keislaman yang tinggi.  karena kalau tidak ada pendidikan untuk menghadapi zaman ini tentu hanya bisa dimanpaatkan sebagai kaki tangan orang barat yag merupakan pencetus konsep modernity, di samping pendidikan tinggi harus bisa menginternalisasikan niali-nilai keisalaman. Karna dengan tertanamya nilai keislaman, orang tidak akan bisa tergelincir pada the dark side of modernity..
Islam bukan hanya berbicara sepiritual tapi islam adalah agama yamg mengatur tatanan kehidupan pada semua aspek dari politik, ekonomi, dan budaya, tapi sebagian orang salah memahami dan tidak cukup ilmu untuk menjabarkan tentang islam sehingga zaman sekarang kalau berbicara tentang sepiritulitas keagamaan munkin akan dinilai sebagai pembicaraan yang tidak relevan dengan kehidupan, atau lebih celaka lagi, dipandang sebagai pembicaraan tentang kepalsuan. Tetapi jika kita memiliki cukup kesediaan untuk memahami dan mengakui keadaan sekeliling kita, maka pembicaraan tentang problema masyarakat moderen dari segi kesulitan orang moderen (barat) akan menmukan ma’na hidup peribadi. Sebagaimana di ungkapkan oleh Robert C. Wood.
The difficulty of many people in modern circumstances is not that they are overdirected or overcontroled, but rather that they lack the resources to find meaningful  personal lives.(Robert C. Wood. Nurkhalis Majid. 2000. H. 461)
kesuliatan  banyak orang pada zaman moderen ini adalah bukan terletak pada kontrolnya, tapi krna kurangnya sumber untuk menemukan ma’na haikat dirinya. . (Robert C. Wood. Nurkhalis Majid. 2000. H. 461)
Jadi kesulitan banyak orang dalam zaman moderen ini belum bisa menemukan dirinya sendiri karena konsep moderen terbebas dari niali-nilai. Ketika mereka di suguhkan dengan konsep ketuhanan atau keimanan mereka merasa tidak cocok dengan sendi modernitas sendiri, ini terjadi banyak dikalangan muslim yang terjerumus dalam sendi modernitas bebas nili keimanan sehingga mereka tidak cocok untuk mempelajari itu. Sebagaimana  dikatakan juga oleh lecomte de Nuy: Many man who are intelligent and of good faith imagine they can’not believe in god because they are enable to conceive him.(Lecomte du Nuy. 1962. h. 99). Betapa banyak orang yang punya intlegent tinggi dan mereka tidak bisa percaya kepada tuhan karena tidak mampu menemukan hakikat dirinya.
 Islam yang berlandaskan Alquran dan hadist bisa menjadiakan modernity sebagai pembantu untuk mempercepat pemahaman tentang Islam karana Islam membutuhkan rasio untuk memahami anjuran, dorongan, atau perintah maka sebenarnya modernitas akan dapat menjadi batu penguji kebenaran seruan suci itu. Dan jika kita mengungkapkan dengan nalar ma’na meluas dan mendalam simpul-simpul nilai keagamaan seperti iman, islam, ihsan, tauhid, ikhlas, tawakkal, inabah, syukur, tasbih, tahmid dan lain-lain. Maka kita akan bisa menenemukan jalan hidup kita dalam menghadapi zaman moderen yang penuh dengan individualistis dan matrialistis yang berlibihan.
Jadi yang perlu pada umat manusia dalah bagaimana mempunyai iman, ilmu dan kerja keras, Dalam sebuah hadis disebutkan: Manusia akan binasa kecuali dia beriman, dan orang yang beriman akan binasa kecuali dia berilmu, dan orang yang berilmu akan binasa kecuali dia beramal dan orang yang beramal akan binsa kecuali dia ikhlas.(Diwanul Abhariah. 41) Jadi ketiga komponen tersebut tidak bisa dipisahkan. Setiap aktivitas atau pekerjaan harus dengan ilmu dan kenyakinan karena tanpa ilmu apa yang dikerjakanya bisa keliru, dan tanpa iman akan tidak bernilai. Umat islam harus menghilangkan sipat pasimis dan tromatis dengan sejaraah-sejarah dulu ketika kemunduran islam, tapi sekarang harus optimis dan punya cita-cita tinggi. Intinya dalah bagaiman umat islam punya misi untuk menjadikan islam jaya dan mewujudkan Indonesia yang baik damai dan cerdas.dengan inilah mausia punya harakat dan martabat bukn hanya sebai penonton yang tidak jelas arahnya:
“Human dignity rests on the assumption that human life in some way significant. We are more prepared to endure pain, deprivation, anguish and all manner of ills, If they some porpose, that we are to endure the enconsequential. We would rather suffer than be of no importanc”. (Michael Baigent, Richard Leigh and Henry Licoln. Nurkahlis Majid. H. 476)
Harkat manusia terletak pada pandanganya bahwa hidupnya itu bagaiman juga berguna. Kita bersedia menagung kepedihan, deprivasi, kesedihan dan segala derita, jika semuanya itu menunjang suatu tujuan, dari pada memikul beban hidup tak berarti, lebih baik menderita daripada tanpa makna. (Michael Baigent, Richard Leigh and Henry Licoln. Nurkahlis Majid. H. 476)
Jadi intinya adalah umat islam  untuk meghadapi zaman moderen ini harus mengagli ilmu stinggi tingginya baik ilmu agama atupun umum, internalisasikan nilai nili keislamn, kerja keras serta mempunyai sipat optimis, sehingga dengan dimikian kita bisa  menuju Indonesia lebih sejahtera, cerdas dan di ridhoi oleh Allah.


2. ISLAM DAN TELEVISI DI INDONESIA
PENDAHULUAN
            Dari berbagai bentuk media kontemporer saat ini, televise merupakan media yang paling diminati oleh public dan paling memberikan pengaruh besar kepada khalyak, karena ia memiliki tiga kekuatan media sekaligus. Kemampuan menampilkan gambar hidup bergerak dan suara untuk menampilkan gambar hidup bergerak dan suara untuk mendalami kekuatan gambar, dianggap paling memberi pengaruh mendalam disbandingkan dengan kekuatan media massa lainya, seperti surat kabar dan radio. Dengan menyajikan gambar bergerak, khalyak seakan merasa terlibat lansung di dalam rekonstruksi realitas. Sementara kekuatan suara, membimbing khalayak pada suatu situasi batin tertentu yang dapat lebih mendekatkan khalayak yang bersangkutan dengan program yang di sajikan.
Sementara kekuatan lainya adalah penggunaan frekuensi tersebut, public tidak memiliki kekuatan lain saat godaan menonton menonton televise dating menghampirinya. Cukup dengan menekan remote control, televisi sudah menyala dan dapat dini’mati. Berbeda dengan media cetak, dimana public terikat untuk membeli dahulu sebelum mengetahui isi berita media cetak. Dengan kekutan itu pula, media televisi di munkinkan untuk melakukan berbagai pola intraksi langsung dengan khalayaknya. Karena itu, kajian tentang media disini akan di fokuskan pada media televisi
Televisi yang selama ini berperan sebagai media massa elektronik, walaupun dalam bentuk yang paling sederhana, ternyata mampu menggelitik, mempengaruhi dan menggiring seluruh umat manusia untuk membeli dan memilikinya di berbagai belahan bumi ini sehingga boleh jadi, sampai hari ini, sudah sekian milyar pesawat televisi diproduksi banyak pabrik di seluruh dunia. Sementara merek, harga, mutu dan modelnya pun sudah sangat beragam dan banyak pilihan. Televisi dengan berbagai program acara siarannya selama ini dengan berbagai jenis tayangan informasi dan hiburannya. memang selalu menawarkan suatu kenikmatan tersendiri bagi para pemirsanyasehinga televise nmempunyai dampak pada konstruksi social, imajinasi social dan membuat hidup menjadi global. Sebagaimana dikatakan dalam buku Culture studies :
Televission is a resource upon to virtually everybody in moderen industrialized societies and increasing one in the ‘developing’ world. It is a source of popular knowledge about the world and increasingly brings us into contact, albeit in mediated way, with way of life other than those into which we were born. Television is imolicated in ‘the provision and selective construction of social knoeledge, of social imagery, through which we perceive the ‘world’, the ‘lived realities’ of others, and imaginarily reconstruct their lives and ours into some intelligible “world-of-the-whole’ (Charis Barker.  1977: 140)
Televisi adalah kekayaan yang terbuka bagi semua orang dalam masyarakat industri dan semakin mengalami pertumbuhan di Negara-Negara berkembang. Ia juga sumber bagi pengetahuan popular tentang dunia dan semakin kita menjalin kontak, meskipun melaui perantara, dengan cara orang hidup selain yang tinggal di tempat kita dilahirkan. Televisi berdampak kepada ketentuan dan konstruksi selektip pengetahuan social, imajinasi social, dimana kita mempresipsikan ‘dunia’ ‘realitas yang di jalani’ orang lain, dan secara imajiner merekonstruksi kehidupan mereka dan kehidupan kita melaui’deunia secara keseluruhan’ yang dapat di pahami. (Charis Barker.  1977: 140)
Terkait dengan judul pada pembahasan ini adalah bagaiman sikap umat Islam dalam menghadapi televisi dindonesia ini dengan struktur beberapa pambahasan yaitu pertama, The dark and light side of Televisi, televise sebagai text, hubungan tex dengan pemirsa dan sikap islam menghadapi televise.
A. The dark and light side of TV: a Normative Theory Approach.
Menurut Nordenstreng (1997) Ada Lima paradigma teori Normatif yang berbeda (McQuail, 2002: 141-162):
  1. Paradigma liberal-pluralis.
Paradigma in berdasarkan pada teori Libiriterian, yang menekankan kepada individu dan mendifinisikan kepentingan publik sebagi apa yang menarik minat pablik. Tanggung jawab terhadap masayrakat dicapai mengikuti cara pasar media dengan memenimalkan regulasi diri dan peran Negara.
  1. Paradigma tanggung jawab social
Paradigma ini menekankan pada hak kebebsan publikasi yang disertai dengan kewajiban terhadap masyarakat yang lebih luas melampui minat pribadi.
  1. Paradigma Kritis.
Paradigma ini mengangap media berada ditengah-tengah struktur social. Media bersifat refresi dan hegemoni, serta memiliki peran masyarkat tertindas. Media berpotensi menjadi emansipasi , namun hanya dalam bentuk-bentuk yang lolos dari kendalis
  1. Paradigma administrative.
Paradigma ini mengungkapkan gagasan profesionalisme jurnalistik dan juga persyaratan Negara birokratis yang efesien, lebih menguntungkan elit manegrial serta politik daripada msyarakt.

5. Paradigma Negosiasi Budaya.
Paradigma ini menolak rasionalitas social, juga gagasan-gasan kompetensi serta efesiensi birokrasi-perofesional, dan menekankan hak-hak subkultur dengan nilai-nilai partikuralisme serta mempromosikan pemahamn intersubjektif dan kesadaran masyarakat. (McQuail, Iswandi Syahputra. 2007. H. 88)
Sesuai dengan teori diatas, tayangn televisi di Indonesia lebih domina kemana atau memakai paradigma yang mana.  tentu ada salh satu dari pradigma diatas, ini bisa disesuaikan dengan fakta tayangan televisi masa kini karna televisi adalah suatu text yang di konstruksi oleh orang-orang yang punya kuasa didalamnya. Secara setudi normative, televisi berperan sangat besar terhadap proses pembentukan berbagai konstruksi social. Kebebasan yang dimiliki oleh media masa, khususnya televisi, saat ini semakin mendorong percepatan pembentukan karakter social.
Pada beberapa bidang, kebebasan media televisi tersebut mendekati sutu kondisi libralisme yang mengusung kebebasan bereksperesi secara luas dan sangat longgar. Penilaian tersebut dapat dilihat dai paham liberal yang menganggap sensor dan pembatasan berekspresi sbagai lejahatan karena tiga alas an: pertama, sensor dan pelarangan kebebasan berekpresi melanggar hak dasar manusia. Kedua, sensor dan pelrangan kebebasan berexpresi memungkinkan pemerintahan tiran kembali berkuasa yang mengorbankan orang banyak, dan ketiga, ssensor dan pelarangn berekpresi dianggap menutupi orang untuk menemukan dan mencari kebenaran. Padahal, libralisme sendiri banyak mendapat kritik. Para pengkritik paham bahwa siapa saja yang meni’mati kebebasan juga memiliki tanggung jawab tertentu kepada masyarakat. Hal ini yang tidak dibahas dalam paham liberal. Dari para pengkritik paham liberal inilah, kemudian muncul teori social responsibility.
Wajah televisi masih menampakkan dominasi corak liberalism, daripada corak social- responsibilitya. Karena itu, atas nam kebebasan berekpresi, public diminta dapat memahami kerja televisi dalam memproduksi barbagai wacna yang sesungguhnyan bukan menjadi agenda public.
Walupun dimikian, sesekali televisi memainkan peran social –responsibility-nya. Saleh televisi dapat kita lihat dari keberhasilan sejumlah tayangan yang memberi pembelaan dan pengabdianya kepada public, bahkan mampu mendorong munculnya skebijakan baru pemerintah (agenda). Dalam wajah salehnya ini, televisi dapat dikatakn sukses memankan peran agenda setting media. Televisi benar-benar santun dan ramah kepada publiknya, begitu dekat dan sangat nyata membela kepentingan public.
Wajah kesalehan televisi yang berhasil mengungkap sejumlah tayangan televisi yang berhasil mengungkap sejumlah kebobrokan penyelenggaraan pemerintah. Sebagai contoh, televisi mampu mengungkap brtapa pemerintah lali memberikan perlindungan dan pelayanan kesehatan kepada anak, khususnya balita. Pad sejumlah daerah, banyak ditemui anak yang mengalami busung lapar dan lumpuh layu karena kekurangn gizi. Suatu hal yang mustahil terjadi di Indonesia mengingat Negara kita merupakan karena kekurangan gizi. Suatu nhal yang mustahil terjadi diindonesia mengingat Negara kita merupakn Negara agraris yang subur sebagi lumbung padi. Bagaiman munkin terjadi busung lapar didalam lumbung padi ?
Dengan berita tersebut pemerintah tidak bisa ngomong apa-apa karena media dapat mengungkap bukan pada satu daerah saja tapi banyak daerah sehingga tidak ada ruang bagi pemintakh untuk membenarkan dirinya. Televisi sukses memberitakan hal tersebut sehingga terlihat kel;aian pemerintah terhadapo rakyatnay padahal mereka sangt sejahtera denga uang rakyat. Media mampu mengantarkan suatu agenda public untuk dijadikan agenda negar. Inilah salah satu wajh kesalehanm media.
Wajah televisi juga terlihat terlihat dalam membongkar pelaku korupsi. Sejumlah koruptor muncul satu persatu ke hadapan public karena tangan halus pekerja media.
Tetapi para keretikus media, kesalehan media tersebut masih tidak objective karena tetap menjual anak penderita busung lapar dan lupuh layu, serta para koruptor kepublik untuk kepentingan rating. Bagi mereka, selama lembaga rating masih ada, selama itulah media akan berwajah salah.
Hal tersebut menjadi petujuk bagi studi Send and Hill (200) yang menjelaskan bahwa media di Indonesia tidak menjalankan peranya sebagai yang merefleksikan relitas. Tapi merefresentasiakan realitas, khalyak lebih bayak menerima isi di banding berdialog dengan isi media.
Bisa kia lihat tayangan-tayangan yang islami seperti pada bulan puasa yang banyak menayangkan program-perogram islami padahal itu bukan  merefleksivitas realita islami tapi merefresentasikan rialitas islami, sehingga yang bisa di kaji adalah maksud dan tujuan tertentu baik secara matrial maupun inmatrial. Jarang sekali di tayangkan acara –acara ritual keagamaan yang akan memberi pesan yang positif tapi lebih mengarah kepada pencitraan islam saja yang  secara tidak langsung bisa merobah pola pikir penonton apalagi yang di tayangkan para artis yang memusuhi jilbab menjadi memakai jilbab walaupu semakin mersak islam atau yang biasanya tampil bergoyang-goyang jahannam menjadi diam meni’mati puasa dan membicarakan tuhan, walaupun kebaikan munafik ini hanya terjadi pada waktu dan ruang tertentu. Pada bulan ini juga media menjadi setan bagi umat muslim dengan menayangkan iklan-iklan yang bervariasi dan menarik sehingga umat islam yang bisa menahan dirinya untuk makan, minum, bergaul dengan istri biasa terjerumus menghabiskan waktu untuk nonton televisi dan uang untuk pergi belanja.
Karena merefresentasiakan realitas tersebut. Media merasa tidak berkewajiban untuk menunjukkan bahwa baeragam tidak tidak hanya tmopilan fisik tapi menyatunya kata, perbuatan dan hati yang diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Media sebagian besarnuya menampilkan symbol keislamn yang dalam jangka waktu cepat atau lambat bias merobah cara pandang umat islam denga menginterpertasikan islam hanya sebagai symbol.
Bagi media masa yang banyak menampilkan symbol keagamaan, maka tidak merasa bersalah kalau menayangkan yang berentangan dengan Islam seperti gibah. Gibah suatu aktivitas yang tidak mdibolehakan dalam Islam tapi media menayangkan gibah artis Karen misalnya denga alasan banyak pemirsa yang tertarik dengan gibah artis serta tidak terlau sulit dan mahal honornya untuk menghadirkan artis terbaik. Jadi televisi sekarang ini terbebes dari nilai-nilai keagamaan sehingga memisahkan aturan agama dngan media padahal agama sebagi pegontrol sekaligus alat bantu untuk menyebarkan ajaran islam.
Dunia sesak media yang bekerja dengan logika kapitalis akan melahirkan paradoks. bahkan absurdities. Media hanya menawarkan kesalihan, manakala kesalehan itu memberi manfaat secara ekonomis bagi organisasi media. Namun pada saat bersamaan media berjalan sendiri mengacu kepada keuntunmgan ekonomi tanpa ada kaitan dengan agama sehinga menayangkan semaunya tanpa batas yang penting ada keuntungan secara ekonomi.
Dalam kehidupan media tentu islam sebagai sasaran yang pasif. Untuk keberlangsungan kepentingannya, media massa mengeksploitasi selera umat, termasuk selera keberagamaan. Apakah salah media melakukan itu untuk kelangsungan sindustrinya sendiri? tentu tidak jika media tidak menggunakan area public sebagi medium penyalur birahi industrinya., tapi masalahnya, media massa menggunakan jalur public  uuntuk mendistribusukan industrinya.
Inilah sederetan the dark and light televisi yang ada di Indonesia ini yang tentunya pemerintah harus mengontrol bagaiman televisi tidak terlalu berlebihan dalam berekspresi karana yang menjadi korban adalah generasi masa mendatang, paling tidak pemerintah berdiskusi dengan penguasa media massa untuk kebaikan Negara ini dan kalau memamg tidak bisa karena pemerintah lemah, menimal ada konsep yang di tawarkan tentang media mass supaya bisa di manpaatkan sebagi alat pembelajar yang betul-betul effective.
B. Televisi Sebagai Teks Budaya
Era globalisasi telah membawa budaya melintasi ruang dan waktu, kita tidak hanya menjumpai budaya dalam ruang dan waktu yang teritualkan melainkan bisa juga dengan melalui layar televisi. Beragam teks-teks budaya (program) yang disajikan televisi dengan membawa pesan dan makna-makna kultural. Belum ada media massa yang dapat menandingi televisi dalam besarnya skala volume teks budaya yang diproduksi dengan jumlah penonton yang sangat besar pula. Televisi telah menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat dunia untuk mengakses informasi dan sarana hiburan, khususnya bagi negara-negara berkembang karena mudah terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakatnya.
Kehidupan masyarakat modern yang serba bebas (keserbabolehan), relativitas nilai menjadi pandangan atau pedomannya. Kebenaran sejati (etika dan agama) menjadi tergantikan perannya oleh perkembangan sains dan teknologi modern dalam memandang dan memecahkan realitas kehidupan. Disatu sisi teknologi modern menyimpan potensi menghancurkan derajat manusia (dehumanisasi), manusia telah menjadi budak oleh ciptaannya sendiri, meskipun disisi lainnya produk teknologi modern memberikan kemudahan mencari ilmu dan menggali informasi pelbagai pemikiran manusia untuk membangun peradaban dan kehidupan manusia menuju masyarakat kritis dan inklusif.
Sesungguhnya ada kecenderungan manusia modern merasa kesepian dalam keramaian, merasa terasing dengan kerabatnya sendiri, terpenjara oleh dunia serba bebas yang sesungguhnya memberikan kenikmatan semu, terbelenggu dan menjadi budak oleh ciptaannya sendiri. Televisi telah membatasi ruang dan waktu anak-anak sejak usia dini untuk berinteraksi sosial.
C. Relasi Teks Budaya dan Pemirsa    
Televisi adalah power hegemoni masyarakat modern dalam mengubah tatatan struktur sosial budaya, politik, ekonomi dan aspek kehidupan lainnya. Media merupakan alat yang digunakan masyarakat kapitalis dalam memasarkan produk budaya dan menciptakan gaya hidup materialis, pragmatis, hedonis dan konsumtif. Meskipun disisi lain media membawa pengaruh positif dalam menggali informasi pelbagai gagasan pemikiran manusia yang dapat menunjang pembentukan masyarakat kritis.
Beragam bentuk media, seperti televisi, radio, internet, surat kabar dan lain sebagainya digunakan sebagai sarana informasi komunikasi masyarakat modern. Televisi adalah media paling utama yang dapat diakses, dinikmati, dan mudah terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat serta senantiasa menjadi populer di belahan dunia berkembang. Televisi perlu dipahami secara kultural dan ekonomi dalam hal teks-teks (program) dan pola-pola maknanya, relasi antara teks dan pemirsa, politik ekonomi (komoditas industri). Oleh karena itu perlu adanya pendekatan multiperspektif untuk memahami televisi yang telah memproduksi teks budaya dan membawa pengaruh signifikan terhadap life style masyarakat kontemporer, baik yang bersifat positif maupun negatif.
            Kecerdasan pemirsa untuk menafsirkan pesan dan makna teks-teks kultural sangat menentukan pilihan sadarnya untuk mengambil sikap dan perilakunya terhadap realitas kehidupan. Beragam informasi dan hiburan sebagai bentuk produk teks-teks budaya akan tersimpan dalam memori pengetahuan dalam alam pikir manusia untuk dijadikan bahan refleksi diri untuk menentukan pilihan model budaya yang akan menjadi gaya hidupnya.
            Secara behavioral, sebagian besar kecenderungan pemirsa melakukan tindakan imitasi terhadap teks budaya yang diproduksi oleh televisi. Beragam trend dan gaya hidup ala selebritis menjadi kebiasaan hampir di seluruh level lapisan masyarakat terutama kalangan pemuda atau generasi muda/pelajar. Paradigma pemirsa ini merupakan reaksi terhadap kecenderungan teksual tanpa melakukan proses penciptaan/penafsiran makna kultural sebelum mengambil pilihan sikap terhadap gaya hidup yang akan dijalaninya.
Akan sangat berbeda dengan karakter pemirsa yang memiliki basis pengetahuan berdasarkan kompetensi kultural, yang memandang teks budaya memiliki multi makna (polisemik). Sehingga ia mengetahui atau memahami pesan dan pola-pola makna kultural dari teks sebagai pembawa beragam makna. Proses penciptaan makna biasanya dipengaruhi oleh basis pengetahuan, identitas nasional pemirsa, status kelas sosial dan gender. Sebagi mana dalm Hermeutic theory: gardamer( 1976)  and Ider (1978)  mengatakan:
“The relationship between the text and the audience is an intractive one in which the reader approaches the text with certain expextations and anticipations, which are modified in the course of reading to be replaced by new “projection”. (Charis barker 2000. H. 271)
Menurut Gadamer (1976) dan Ider (1978) menyatakan bahwa relasi antara teks dan pembaca adalah merupakan hubungan interaktif dimana pembaca mendekati teks dengan harapan dan antisipasi-antisipasi tertentu yang mengalami modifikasi dalam perjalanan membaca dan akan digantikan oleh \"proyeksi-proyeksi\" baru. (Charis barker 2000. H. 271)
D. Sikap Islam terhadap televisi
Nabi Muhammad bersabda: Al Islamu Ilmiyyun Wa Amaliyyun (HR. Bukhari)
Hadis diatas mendiskripsikan suatu pemahaman bahwa Islam adalah sumber keilmiahan dan sebagi piñata ilmu pengetahuan yang harus diamalkandalam realitas kehidupan sehari-hari yang di sebut dengan Amaliah. Dengan pemahaman lain, Islam adalah integrasi ilmu dan amal. Keduanya tidak bisa diseperatisir apalagi dipertentangkan, laksana benda dengan bayanganya. Begitu dipisah, baik ilmu maupun amal tidak akan bernilai, tidak memiliki arti penting.
Islam merupkan agama yang paling sempurna karna semua yang aspek kehidupan kita didunia ini sudah dijelaskan dlm alquran. Sehingga semua aktivitas kita tetap berlandaskan kepada alquran. Tentu untuk memahami perintah, larangan, berita dembira, menyedihkan dan lain-lain dari isi alquran adalah tiada lain dengan kita mempeljarinya. Umat Islam harus yakin segala permasalahan yang dihadspai kita didunia sudah dijelaskan adalam alqurana karena laquran bukan buatan manusia yang hanya pengetahuanya terbatas. tapi ia adalah mu’jizat yang akan menjadi tuntunan umat islam sampai hari kiamata. Allah sudah menjamin kesempurnaan dan pasti akan selamat orang yang menamalakanya. Bagi orang yang mengangap alquran ada kekerabga itu sebenarntra orang yng menganggap itu adalah kurang dan terbatas ilmunya.
Terkait dengan media secara umum dan Televisi secra khususnya mrupakan suatu hal yang tidak baru tapi tetap saja umat Islam terpengaeruh dengan tontonan-tontonan yang yang negative yang secara tidak langsung  manjadi sekolahnya. Nilai-nilai keislaman yang harus diinternalisasikan baru kita bisa selamat dari teks-teks yang neagatip. Sebagaimana yang telah di jelaskan sebelumnya. Bahwa agama islam merupakan agama yang relevan dengan kemajuan zaman dan teknologi tapi yang menjadi permasalan adalah apakah bisa kita pahami alquran dengan baik dan benar sebagai acuan untuk menjalani hidup ini...
Jadi, yang perlu kita perhatikan pada tayangan dan program TV adalah:
Pertama; Memilah dan memilih program yang bermanfaat dan memiliki nilai education. Jangan sampai kita membiarkan diri kita larut dalam pilihan yang salah bahkan menjerumuskan anak-anak kita. Orang tua harus mendampingi anak-anak dalam menikmati tayangan TV. Tidak hanya mendampingi saja, tapi mengarahkan kepada hal-hal yang baik dan benar untuk masa depannya. Jangan sampai menjadi generasi yang mengabaikan ibadah dan mengikuti hawa nafsunya. Apalagi sangat banyak tanyangan sinetron yang tidak mendidik para pemuda, bahkan menjerumuskan mereka untuk mengikuti dan menteladani hal-hal yang mengarah pada dekadensi moral. Allah SWT berfirman:
 “Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, Maka mereka kelak akan menemui kesesatan, Kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh, Maka mereka itu akan masuk syurga dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikitpun,” (QS. Maryam: 59-60)
Islam tidak melarang untuk menonton televisi tapi harus betul-betul selektip mana yang boleh ditonton dan mana yang tidak boleh ditonton. Misalnya tayangan-tayng yang berkaitan denga keagmaan, politik, budaya dan pendidikan yang di sampaikan melali beriata itu sebenarnya yang harus di tonton tapi sebaliknya ini yang ditingglkan. Yang senag di tonton senetron fiktip, gossip selebritis dan lain-lainya yang mempunyai dampak negatip.
Kedua; Memperhatikan waktu secara tepat. Jangan sampai ada satuan waktu yang berlalu tanpa ada satuan kebaikan yang terbangun. Jangan biarkan Waktu-waktu kita berlalu dengan tayangan-tayangan gossip, ghibah, pornografi dan pornoaksi.
Orang bijak berkata: “Apabila kamu bicara, ingatlah bahwa Allah SWT mendengar kamu dan apabila kamu diam, maka ingatlah bahwa Dia melihatmu.” (dari Imam Ahmad bin Mani’, Ar-Rabi’ bin Khutsaim dan Hatim Al-Asham, lihat Siar A’laam An-Nubalaa: 11/485, shifat Ash-Shofwah: 3/68 & 4/162)
Allah berpirman dalam Alquran Surat al-ashar : Demi masa sesungguhnya manusia dalam keadaan rugi kecuali mereka beriman dan yang beramal sholeh dan saling kamu menasehati dalam kebenran dan kesabaran.
Ayat diatas sudah memperingatkan kepda kita untuk selau menggunakan waktu sebaik-baiknya tentu kita harus evaluasi diri  seberapa banyak waktu habis untuk nonton yang tidak bermanpaat dalam meningkatkan kualitas kita, supaya janaga sampai terkena candu televise, padahal masih banyak hyal-hal yang lebih penting dan bermaat untuk kehidupan peribadi, masayarakat dan bangsa tapi bayak ewaktu yang habis untuk menonoton yang kuarang baik bahkan yang merusak moral kita. Sebagaimana hasil peneliatian Deniel Bell yaitu seorang peniliti komunikasi media, pada tahun 1980 menyatakan, masyarakat sedang terkena sihir (a seight of hand ) oleh media. Kemampuan sihir media disebabkan karena ledakan informasi dan komunikasi yang akhirnya menciptakan informasi-based society.  Serta adanya teknologi baru yang menciptakan akses informasi dan membuka kesempatan baru two-way communication, bahkan three way crosses communication.
Apakah kita biasa menonton televise merupakan korban sihir media seperti yang dinyatakan Daniel? Jawabanya terletak pada sejauh mana media memberi pengaruh terhadap kehidupan kiata atau beberapa lama waktu yang dihabiskan untuk menonton televise setiap harinya. Bila kita belum dapat tidur sebelum menyaksikan tayangan bedah rumah di RCTI atau Tolooog di SCTV, AFI di indosiar, Penghuni terakhir di ANTV, Extrovaganza di Trans TV, dan program sejenisnya, berarti kita sudah terkena sihir media. Berarti sudah menjadi candu televise. Do not forget it watch us!
Daniel Bell melakukan penelitian yang hendak membongkar kebohongan yang dilakukan oleh media, yang berdampak luas kepada public. Publik yang semula menempatkan media sebagai sumber informasi dan hiburan, tanpa sadar telah terkena program-program media. Persoalanya bukan soal sihir media (walau pada akhirnya hal-hal itu menjadi persoalan itu juga), melainkan sejauh mana pekerja media atau ilmuan konunikasi Muslim memberi memberi warna dalam melihat dampak media terhadap public. Padahal, apa yang telah dilakukan oleh Daniel telah disinyalir oleh Al-quran lebih dari 14 abad yang lau. Saat zaman jahiliah, belum mengenal televise, apalagi program telervisi Indonesian Idol, Gosip selebritis dan senetron fiktip, Allah dalam Al-quran Telah mengigatkan: ‘Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang-orang yang fasik yang membawa berita, selidiklah bik-baik agar kamu tidak merugikan orang lain, tanpa alasan, yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu’ (QS. Al-Hujaraat: 6)
Pada ayat lain, Allah SWT mengingatkan kita jangan menganggap remeh kbar atau berita bohong:
“Tatkala sebagian kamu menyebarkan beritra bohong itu dengan lidahmu dan membicarakan yang kamu tidak mengetahui kebenaranya, kamu menganggap hal itu soal yang remeh. Namun, menurut Allah itu sutu hal yang besar’ (QS. An-nuur: 15).
Pesan ayat diatas secara tersurat menyampikan kita bahawa segala bentuk yng dtng dari orng pasik harus di kaji dan diteliti kenaranya, terkait dengan Tv yang memberkan berita kepada public, kita hrus betl-betul mengkaji dan menguji kaebenaranya, apalgi istilahnya gosib yang sudah jelas tidak diperbolehkan dalam agama. Disam,ing itu juga yang membentuk berita harus memperhatikan nilai-nilai keislaman upya jangan asal buat berita.
Pesan yang ingin disampaikan ayat tersebut adalah saat ini kita masih sangat miskin intelektual, ilmuan, pemikir, pemain, pekerja, pelaku, dan perancang komunikasi ulung yang dapat memberikan pencerahan kepada public. Pada satu sisi, pencerahan yang didasari oleh kemampuan mengintegrasikan dan menginterkoneksikan antara realitas social; pada sisi lain, pencerahan didasari oleh teori (temuan) komunikasi yng sudah ada; dan pada sisi lainnya, pencerahan didasari oleh nasah Alqoran/Sunnah. Inilah yang menjadi salah satu titik penting bagi penelitian dan pengkajian teks Alquran agar umat islm tidak menjadi bulan-bulanan media barat.
Disamping itu yang perlu kita perhatikan adalah keluarga . Karena bukan hanya diri kita yang dituntut untuk menjadi pribadi yang mempesona, akan tetapi juga istri dan anak-anak kita. Itulah yang ditegaskan Allah SWT dalam salah satu ayatnya:
 “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS At-Tahriim: 6)
Berangkat dari perenungan ayat ini, maka kita harus bersikap yang benar terhadap beragam tayangan televise. Agar kita benar-benar bisa menjaga diri dan keluarga kita dari hal-hal yang tidak berfaedah yang berujung pada kerugian besar. Semoga kita masih memiliki rasa malu dalam mensikapi berwarna-warni tayangan televisi. Tidak membiasakan menghabiskan waktu berjam-jam di depan TV tanpa memilah dan memilih program yang berfaedah dan bermakna bagi kehidupan keluarga. Wabil khusus berkaitan dengan generasi muda. Rasulullah SAW bersabda:
Dari Ibnu Mas’ud ra –secara marfu’-: “Rasa malu kepada Allah SWT bila kamu menjaga kepala dan isinya, perut dan yang di dalamnya dan hendaklah kamu mengingat kematian dan kehancuran. Maka barang siapa yang melakukan itu, sungguh dia telah memiliki rasa malu yang sebenarnya kepada Allah” HR Imam At-Tirmidzi
3. ISLAM DAN PERSOALAN KEMANUSIAN
A. Manusia Dan Peretengkaran
·         Manusia dan pisikologinya
Keberadaan manusia didunia ini dilengkapi dengan dua keadaan. Manusia adalah makhluk yang terdiri dari jasad dan ruh: artinya, makhluk jasadiyah dan ruhaniah sekaligus. Manusia bukanlah makhluk jasadiah yang murni dan makhluk ruhaniah murni, melainkan makhluk yang secara masterius terdiri dari dua element ini, yang disebut dengan intitas ketiga, yaitu jati diri sendiri. Raealitas yang mendasari dan perinsip dan menyatukan apa yang kemudian dikenal sebagi manusia bukanlah perubahan jasadnya, melainkan keruhanianya. Ruh manusia suatu yang tidak mati dan selau sadar akan dirinya. Ia adalah tempat bagi segla sesuatu yang intelligible dan dilengkapi dengan fakultas yang memiliki sebutan berlainan dalam keadaan yang berbeda, yaitu ruh (ruh), jiwa(nafs), hati(qalbu), dan intelek (aqal). Setiap sebutan ini memeliki dua ma’na, yang satu merujuk kepada jasad ataupun kebinatangan dan yang satu lagi pada aspek keruhanian. Al-Attas menegaskan perbedaan model dari kesatuan ini:
Dengan dimikian, ketika bergelut dengan suatu yang berkaitan dengan intelektual dan pemahaman, ia (yaitu, ruh manusia) disebut “intelek”: ketika menagatur tubuh, ia disebut “jiwa” ; ketika sedang mengalami pencerahan intuisi ia disebut “hati”; dan kembali ke dunianaya yang abstrak, ia disebut “ruh”. Pada hakikatnya, ia selalu aktif menaifestasikan dirinya dalan keadaan ini. (S.H. Nasr: Al-Attas. H. 5 dan 7)
Diri sangat berkaitan erat dengan jasad dan ruh. Oleh karena itu, pada satu sisi, ia ia dianggap sebagai jiwa hewani (al-nafs al-hayamaniayyyah) ketika berhubungan dengan jasad. Dan disebut dengan jiwa ruhaniah (al-nafs arruhaniah) ketika berhubungn dengan ruh. Nasibnya didunia dan diakhirat bergantung pada aspek man yang mendapat perioritas utmanya.
Manusia berutang wujud kepada penciptanya. Pandangan mengenai keberuntungan manusia dengan tuhan merupakan salah satu unsure yang paling penting dalam pemahaman dan kehidupan beragama secra islami. Kondisi keberutungan ini mencegahnya dari mengangap diri, kehidupan, dan tubuhnya sebagai miliknya yang bisa dipakai semuanya. Ia diberi pengetahuan(al ilmu) terutama mengaenai keadaan sifat-sifat benda yang kasad mata dan intllejible, pengetahuan mengenai tuhan (ma’rifah). Ia diberi sedikit pengetahuan mengenai essensi atau yang mendasai beberapa masalah tertentu, sepert ruh. Manusia itu pada tabiatnya adalah pelupa, suatu kondisi yang bisa menjadikanya tidak taat dan “cendrung melakukan kezaliman dan hal-hal yang bodoh (jahil)
Konsepsi keberutangan ini bersal peristiwa yang terjadi ketika manusia belum di beri jasad dan masih dalam bagian intraksi tuhan, tepatnya pada waktu sebelum perpisahan (Time of the speration). Ini berdasarkan pirman Allah yang berisi perjanjian antara tuhan dan manusia:
Dan ingatlah ketika tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak adam sdari tulang sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa (seraya berfirman), ‘Bukankah aku ini tuhanmu?” mereka menjawab, “Benar, kami bersasksi (bahwa engkau betul-betul tuhan kami. (QS Al-A’raf (7): 172.)
Perkara diciptakanya manusia sebagai hamba dan kholifah Allah Awt. Dimuka bumi telah lama tuntas pada wakyu sebelum perpisahan(the time of the pre-separation), tepatnya ketika Tuhan mengumumkan kepada para malaikat bahwa dia akan menciptakan khalifah diatas muka bumi. Namun, kekuasaan pengaturan yang diberikan kepada manusia tidak hanya terbatas pada hal-hal yang bersipat matrial dan aspek social politik, lebih penting lagi, kekuasaan ini mencakup pengaturan terhadap dirinya sendiri dalam rangka menegakkan keadilan dan mencegah kezaliman. Luasnya cakupan kekuasaan ini diminkinkan karena manusia menurut kacamata Islam adalah makhlluk yang dalam dirinya terhimpun semua aspek mikro (alam sugro) dan makro(alam kubro). Menurut al-attas konsep manusia adalah refresentasi mikro dari yang makro merupkan:
Suatu yang paling penting dalam kaitanya dengan ilmu penetahuan-sifat manusia yang paling tinggi yang berperan dalam penerapan keadilan bagi diri, wujud, dan eksistensinya secara efektif-dan ndalam hubunganya dengan organisasi, pengajaran, penanaman, dan penyebaran ilmu pengetahuan dalam peruses pendidikanya, terutama pendidikan pada tingkat universitas. (S.H. Nasr. Al. Attas. 2003. H. 97).
Berdasarkan statement diatas bahwa Tujuan utama dari agama dalah mengembalikan manusia pada keadaan perimordialnya atau keadaan sebelum perpisahan (the state of the Pre-speration), suatu keadaan yang didalamya terdapat kesadaran jati diri dan nasib spiritualnya melalui ilmu pengetahuan yang benar dan tingkah laku yang baik. inilah sebenarnya bentuk tujuan kehidupan duniawi.
Aspek rasionalisasi dari jiwa, yaitu jiwa yang rasional, diberi kepercayaan untuk memimpin aspek-aspek hewani agar bisa menyadari misi kehidupan diatas dunia ini. Hubungan antara jiwa yang rasional dan tubuh secara tepat bisa dianalogikan dengan cara yang dipakai Allah Swt. Dalam mengatur jagat raya dengan dimikian sangat jelas dan akrab.
Secara metafisis, Islam tidak hanya melihat manusia sebagi subjek saja tapi juga sebagi objek ilmu pengetahuan. Hal ini disebabkan cara mendidik yang benar haruslah dengan melibatkan latihan secara fisik dan pendiciplinan fakultas spiritual manusia. Konsekuensinya, manusia harus diberi informasi yang patut dan diajari mengenai kemampuan-kemampuan dan keterbatasan fisik dan moral. Juga, mengenai hal-hl yang lain yang memunkinkannya untuk meningkatkan perkembangan dirinya.
·         Manusia dan pertengkaran
Zaman kita sekrang telah menyaksikan banyak sekali benturan yang terjadi diberbagai tempat didunia. Tentu saja ini adalah aneh. Karena seharusnya, setiap kali manusia menggapai kemajuan disektor riil dan peradaban, saat itu pula akan bertambah kecendrungan terhadap perdamaian dan stabilitas. Dan otomatis ia akan semakin maenjauh praktik peraktik kekerasan dan terorisme. Tetapi, apa yang telah dn sedang terjadi di dunia, benar-benar meluluhkan-lantakkan segalanya.
Pada kenyataan, pertengkran bukanlah hal yang baru bagi manusia. Ia sudah lama ada, setua penomena kemanusiaan itu sendiri. setelah manusia hidup di surga, sebagimana diketahui dalam agama-agam samawi, Allah kemudian menurunkan mereka ke bumi. Lalu dimulailah kisah pertengkaran ditempat baru tersebut, yang masih dan akan terus berlanjut (dalam berbagai bentuknya sampai akhir dunia.
Prediksi tentang hal-hal itu pernah terucap lewat perkataan para malaikat dalam Al-quran ketika Allah SWT. Memberitahukan mereka bahwa ia (Allah) menciptakan manusia dan menjadikanya sebgai kholifah dimuka bumi, yang akan membangun dan bertempat tinggal di sana. Para mlaikat pun berkata, Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) dibumi itu orang yang membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah? (Qs. Al Baqarah).
Ketika itu, terbersit dlam benak para malaikat bahwa tanpa kehadiran manusia, bumi akan menjadi kampong damai. Justru manusialah yang yang akan menodai kesuciannya. Para malaikat pun mengadakan perbandingn antara peluang kerusakan yang bakal ditimbulkan dan peluang pengagungan Allah yang dilakukan oleh manusia. Para malaikat selau taat kepada Allah., sepert yang digambarkan dalam alquran : yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-nya kepada mereka dan selau mengerjakan apa yang diperintahkan. (QS. At-Tahrim (66); 6). Tetapi, Allah menjawab peridiksi mreka lewat firma-Nya, sesungguhnya aku mengetahui apa yang kamu tidak ketahui.
Sebagiman yang telah dijelaskan diatasa bahmwa manusia terdiri dari ruh dan badan. Bukan ruh saja dan bukan badan saja. ruh adalah tempat bagi segla sesuatu yang intelligible dan dilengkapi dengan fakultas yang memiliki sebutan berlainan dalam keadaan yang berbeda, yaitu ruh, jiwa, hati, dan intelek. Semua ini mempunyai sawah lading masing-masing sebagai mana yang dijelaskan oleh alAttas pada sebelumnya.. dengan potensi tersebut Allah juga memberikan manusioa yang tidak deberikan kepda mlaikat berupa pengetahuan yang notabene merupakan modal untuk membangun dan menegakkan peraturan didunia.
Dengan segenap modal tersebut, manusia menjadi layak untuk mengemban amanat kholifah dan pembangunan dimuka bumi.  Jika mereka bisa memanfaatkan kebebasan dan potensi akalnya dengan baik, niscaya akan lurus prilaku mereka. Sebaliknya, jika mereka tidak bisa menggunakn kebebasan dan potensi akalnya dengan baik, maka akan melenceng prilaku mereka, karena akal berpungsi untuk mengontrol tubuh atau jasad. Sebagaimana dikatakan dalam kitab …………………………….

 Perilaku-perilaku melenceng inilah yang pada giliranya melahirkan perkelahian dan pertengkaran antar manusia. Sebab bagaimanpun, perilaku melenceng tidak akan pernah bisa berbaikan dengan orang lain. Sebagaimana yang terjadi saat pertikaian dua anak Adam: qobil dan Habil, Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, maka diterima oleh seorang dari mereka yang berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (qabil). Ia berkata: ‘aku pasti membunuhmu!’ berkata Habil: sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang yang bertakwa. (QS. Al-Ma’idah (5): 27). Akhirnya, terjadilah pertumpahan seperti yang telah diprekdisikan oleh para malaikat.

B. Islam Dan Pertengkaran

Pertengkaran, seperti kita ketahui, adalah realitas yang muncul besamaan dengan terciptanya manusia, dan akan terus mengiring perjalanan manusia. Hal ini bersumber dari watak manusia itu sendiri. karena, Karena, manusia trcipta dari unsure materi dan ruh yang masing-masing memiliki tabiat yang berbeda. Terlepas dari apa yang dikatakan olh Descartes tentang masalah ini-yang kemudian berujung pada kesimpulan dualitas demensi manusia- kita tetap merasa bahwa hanya ada dimensi kemanusian dalam diri kita.
Kalau manusia mau melihat apa yang tercakup dalam karunia ilahi bagi manusia, baik berupa potensi kereatif, keselarasan, dan keindahan, maka ia menemukan betapa semua itu terimplementasikan secara positip dilingkungan sekitarnya. Sebagaimana diketahui bahwa jika manusia mampu mengembangkan keseimbangan jiwa, serta  keseimbanagan antara unsure jasmani dan rohaninya, niscaya dia akan memperoleh ketenamagan jiwa, kesejahteraan Internal, dan melihat pancaran keindahan dari segala Sesutu disekelilingnya. Ia pun akan mampu melihat kereasi Allah yang tercermin lewat benda. Atau dengan kata lain, ia akan melihat Allah dalam semua makhluk itu.
Dengan demikian, manusia akan mersakan kedamaian dan ketenangan, dan terjauh dari segla sebab pertengkaran maupun perkelahian. Sementara jika manusia mengalami goncangan internal dan tekana kejiwaan, maka ia akan melihat kesengsaraan dan kesempitan; tanpa bisa merasakan keberaan Allah SWT. Ataupun keindahan ciptaan-nYa dialam ini. Pada titik singgung seperti ini, benarlah apa yang dikatakan oleh Eliya Abu Madli, bahwa siapaun jiwanya tidak mengandung keindahan, niscaya di tidak akan melihat sesuatu yang indah dialam ini.
Alam semesta dipenuhi dipenuhi tanda-tanda kebesaran tuhan yang mengingatkan manusia pada keberadaan Allah AWT. Namun tak ada yang memperhatikanya, kecuali mereka yang mau mencri keyakinan. Mengenai hal itu, diterangkan dalam Al-quran: kami akan memperlihatkan tanda-tanda ( kebesaran) kami disegenap ufuk pada dirio mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka banwa Al-quran itu adalah benar. (Qs. Fushilat (41): 53). Kemudian disebutkan dalam ayat lain, Dan dibulu itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi orang-orang yang yakin, dan(juga) juga pada dirimu sendiri, maka apakah kamu tiada memperhatikan ? Dan dilangit terdapat (sebab-sebab) rezkimu dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu. (Qs. Adz-Dzariat (51): 20-22).
Dlam ayat terakhir diatas, dijelaskan bahwa mkana yng dikonsumsi untuk hidup manusia di peroleh dari ‘atas’, ya’ni dari Allah SWT. Dari sini dapat ditangkap pentingnya fungsi wahyu illahi yang menanamkan kesadaran dalam diri manusia, bahwa ia menjauh dan melupakan Allah SWT., maka ia mengalami ia akan mengalami kerugian dan kehilangan. Lewat berbagai ayat, Allah SWT. Mengidentifikasikan wahyu-Nya bagi umat manusia sebagai rahmat darin-nya. Dan kami turunkan dari Alquran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. (Qs. Al-isra’ (17): 82).
Allah SWT. Telah membantu manusia dengan menanmkan pengetahuan intuitif terhadap tuhan. Yaiyu, pengethuan yang bisa digali dalam diri manusia, dan mampu mengenalkan manusia padan-Nya, jika jiwa mereka bersih dan terbebas dari segala noda. Di jelaskan dalam Al-quran, Dan (ingatlah), ketika tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): ‘bukankah Aku ini Tuhanmu?. Mereka menjawab: Betul (Engkau tuhan kami). Kami menjawab saksi. (Qs. Al-A’raf (7): 172). Bahkan tentang orng-orang yang telah menduakan Allah dengan tuhan-tuhan yang lain, ditegaskan pula dala Al-quran: dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: siapakah yang menciptakan langit dan bumi?’ tentu mereka menjawab: Allah. (Qs. Lukman (31): 25; Qs. Az-Zumar (39): 38).
Dari berbagai pemaparn diatas, jelaslah bahwa alam ini memiliki satu tuhan; Yang telah menciptakan, memelihara, mencurahkan rahmat, dan menyeimbangkannya. Dia-lah asal segala sesuatu dan tempat mereka (manusia) kembali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar