Rabu, 20 April 2011

ISLAM DAN KEGELAPAN DUNIA GENDER

1.
  1. Manifestasi gender pada posisi kaum perempuan
  2. Islam dan Kedudukan perempuan


Manifestasi gender pada posisi kaum perempuan

Gender adalah konstruksi sosial yang membedakan peran dan kedudukan perempuan dan laki-laki. Pembedaan tersebut dibedakan atas keputusan dan bukan atas kemampuan. Keputusan tersebut selalu dikaitkan dengan seksualnya, tingkatan social, ras dan lain sebagainya. Gender berbeda dengan sexual manusia, karena seksual manusia hanya tuhan yang menciptakan dan menentukan.[1] Bagaimanapun timngginya teknologi kedokteran masih belum bisa menandingi kebesaran tuhan sehingga beberapa cara yang dilakukan oleh manusia untuk mandapatkan anak dengan jenis kelamin tertentu belum tentu berhasil apalagi membuat secara langsung jenis kelamin seperti halnya tuhan menciptakan makhluk yang disebut dengan perempuan dan laki-laki dengan segala keunggulan dan kelemahan masing-masing dengan fungsinya masing-masing yang terkait dengan seksualnya. Namun demikian berbagai kegiatan yang terkait dengan fungsi sosialnya, maka laki-laki dan perampuan dapat melakukan secara bergantian ataupun dapat dipertukarkan sedangkan untuk fungsi seksualnya tidak dapat dipertukarkan. Sedankan fungsi seksualnya tidak dapat dipertukarkan.   Artinya bahwa laki-laki yang berkeinginan untuk mengandung tidak dapat dipenuhi sedangkan laki-laki yang ingin bisa memasak bisa terpenuhi demikian pula perempuan yang ingin superma tidak bisa terpenuhi, tetapi bila perempuan ingin menjadi supir bis bisa terpenuhi.

 Perbedaan peran gender terjadi sepanjang kehidupan manusia sedangkan pada saat jabang bayi belum dilahirkan dan pada saat manusia meninggal perlakuan terhadap perampuan dan laki-laki tidak dibedakan. Janin yang belum diketahui jenis kelaminya mendapat perlakuan yang sama meskipun meskipun ada yang memperlakuan janin yang akan terlahir sebagai laki-laki ataupun perempuan yang berbeda. Kekerasa yang dilakukan terhadap janin perampuan dikaitkan dengan upaya menekan laju pertumbuhan penduduk. Ketidakadlan yang tidak terjadi kenapa ada pada ajanin perampuan saja kekerasa tersebut dilakukan. Kasus di China untuk menekan jumlah penduduk maka bila ibu hamil yang akan melahirkan bayi perempuan maka dengan paksa janin tersebut digugurkan[2].  
Gender merupakan kreasi budaya yang dibuat oleh manusia sehingga gender bersifat dinamis dapat mengalami perubahan-perubahan dan dapat mengalami perubahan-perubahan dan dapat mengalami perbedaan-perbedaan antara tempat/daerah dan waktu. Seabagai contoh sejarah Indonesia telah membuktikan bahwa perempuan Indonesia baik di zaman kerajaan Hindu maupun Islam bisa berperan sebagai raja yang memimpin rakyat laki-laki maupun perempuan. Meskipun sejarah telah membuktikan potensi perempuan Indonesia sebagai pemimpin bukan secara otomatis saat ini perempuan Indonesia diperbolehkan menjadi pemimpin[3]
 Gender yang merupakan kereasi budaya tersebut bersipat tidak universal jadi berbeda dengan seks yang bersipat universal. Laki-laki dimanapun dia berada apakah laki-laki Amerika, India, China, Indonesia dan sebagainya mempunyai cirri seksual yang sama demikian pula perempuan. Sedangkan untuk gender bersipat tidak universal, kalau Philiphina tidak mempertentangkan perempuan sebagai presiden maka diindonesia masih dipertentangkan. Kalau Amerika bisa mempunyai mentri mentri luar negri, di Indonesia banyak perempuan bisa menjadi dosen di fakultas pertanian, dijepang jumlah perempuan sebagai dosen di fakultas pertanian masih sedikit. Kalau perempuan pakai celana panjang mejadi masalah tapi sekarang tidak ada masalah. Kalau dulu ingris tidak mempermasalahkan perempuan kelas menengah untuk bekerja, maka sekarang tidak ada larangan[4]. Kalau dulu wanita merokok dipandang sinis sekarang malahan ada kecendrungan semakin banyak wanita merokok dan diarkan saja. Buktinya sampai sekarang belum ada laki-laki normal ataupun kekantor. Padahal perempuan sudah berani memakai celana panjang untuk kesekolah maupun ke kantor.
Dari gambaran diatas menunjukkan bahwa gender tidak bersifat statis, tetapi dinamis meskipun perubahan yang terjadi tidak selalu menguntungkan perampuan. Gender tidak sama di seluruh dunia meskipun akibat gender hampir sama yaitu terjadi marginalisasi pada perempuan. Isu gender masih terus dihembuskan baik dengan alasan tidak sesuai dengan ajaran agama maupun etika yang berlaku dalam masyarakat, yang pokok adalah bagaimana dapat menghambat gerak langkah perempuan untuk bisa sejajar dengan jujur. Masih banyaknya laki-laki yang arogan, laki-laki yang tidak mau berbagi kekuasaan, laki-laki yang lupa akan tanggung jawabnya setelah pertemuan antara sel telur dan sperma membuahkan hasil anak manusia, laki-laki yang merasa lebih kuat melakukan kekerasan, perkosaan terhadap perempuan dan belum disadarinya potensi diri perempuan menerima posisi subordinate, tidak semua perempuan mau bekerja keras untuk ikut membangun bangsa dan negara menyebabkan gender yang tidak ada habisnya dan kapan perempuan mendapatkan kedudukan yang setara dan perlakuan yang lebih adil belum dapat diperediksikan karna sampai sekarang masih banyak terjadi kekerasan terhadap perempuan dan perwakilan di pemerintahan masih minim tentu ini diakaibatkan karna konstruksi social yang menjadikan perempuan imperior.
Upaya untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender dapat dilakukan oleh pemerintah melaui undang-undang dan peraturan mendukung pemberdayaan pemerintah, maupun dilakukan oleh masyarakat. Para pejabat dan tokoh masyarakat yang sudah sadar dan peka gender dapat mengubah sikap dan prilakunaya sehinga dapat mempercepat upaya terwujudnya keadilan dan kesetaraan gender. Dalam setiap proses pengambilan keputusan, perampuan sebaiknaya diikut sertakan sehingga kebvutuhanya dapat dialokasikan.
Diindonesia gender telah menjadi isu yang hangat untuk sejak presiden (Abdurrahman Wahid) Gusdur mengeluarkan kebijakan tentang pengarusutamaaan gender disetiap instansi pemerintah maupun masyarkat. Sejak itulah, mulai sering dibicarakan oleh kalangan siswa, mahasiswa, dosen, tokoh agama dan masyarakat, dan pewmerintah, tapi sayangnya masih banyak terjadi ketidak pahaman apa yang dimaksud dengan istilah jender dan sex. Dua kata ini sering orang-orang tidak bisa bedakan sehingga ketimpang tindiahan definisi dalam hal-hal menetukan mana yang natural dan mana yang culture dalam peran dan characteristics laki-laki dan perempuan[5].
Diindonesia sampai sekarang ini terjadi masih terjadi nuansa-nuasa merendahkan perempuan walaupun isu gender saudah cukup lama dibicarakan diberbagai acara yang dikmas dalam pelatihan, seminar, dan diskussi, apalagi ada beberap pernyataan yang dikeluarkan pada masa-masa sekarang ini oleh lembaga atau tokoh-tokoh terpandang seperti diawali oleh Ketua DPR Marzuki Alie yang mengatakan pekerja migrant di sector rumah tangga sebagai membawa citra buruk bagi Indonesia. Kemudian ketua umum partai bulan bintang (PBB) MS Kaban dalam rakornas PPP awal bulan maret 2011 menganjurkan pengurus PBB yang laki-laki untuk menikah lebih dari satu untuk menyisiatai syarat 30 % perempuan dalam pengurusan paerpol seperti disyaratkan UU partai politik. Para isatri iulah yang akan yang nantinya akan di jadikan sebagai pengurus partai tersebut. Meskipun diberitakan anjuran disampaikan berseloroh, tetapi “ucapan itu menyakitkan,” kata Wakil Ketua Komnas Perempuan Masruchah. Di Riau pada pertengahan maret, majlis Ulama’ Indonesia setempat melarang perempuan mencalonkan diri sebagai walikota dengan alasa karma masih ada laki-laki anga mampu menjadi pemimpin dan pada masa lau ketika ibu Megawati Sukarno putrid menjadi president bermacam-macam patwa akan ketidak bolehanya.[6]
Berdasarkan kajian kepustakaan yang dilakukan tampak bahwa dunia barat memeliki pandangan tentang aspek kegenderan yang lebih stara disbandingkan dunia timur dan secara universal ditemukan bahea alaki-laki dan perempuan berbeda (apakah itu karena fundamental atau dominasi).[7] Seperti yang terjadi di amerika serikat tahun lalu perempuan menghendel 49% job di amerika dan 50% berposisi sebagi maneger. Hasil laporan departemen pekerjaan amerika serikat tahun 2006 mencatat bahwa prempuan melebihi laki-laki dalam beberap bidang diantaranta sebagai menager keuanagan; administrasi pendidikan; manager sumber daya manusia, manager pelayanan kesehatan dan pengobatan; accountant dan auditors; dan manager pelayan masyarakat.[8]
Terbentuk dan tertelestarikanya gender dipengaruhi oleh banyak hal salah satunya adalah text atau wacana yang ada dalam buku-buku SD, SMP, SMA dan perguruan tinggi yang masih menggambarkan perempuan sebagai subordinate, margilization, korban kekerasan dan workload. Text akan membentuk seboah ideology dan ideology akan melahirkan sebuah perubahan social[9]. Sebagai mana yang dikatakan oleh Fairclough ( 2007:8)  text itu adalah sebuah element social yang mempinyai sebab akibat dan dengan text itu bisa membawa pengetahuan, kepercayaan, sikap, nilai dan lain-lainya. Secara tidak langsung dengan text itu akan membentuk sebuah ideology.  [10]
Ada beberapa hasil peneltian tentang textbooks yang masih menggambarkan ketidak adilan gender salah satunya yang ditelity oleh Fitria Dewi Rahayu 2008 dengan judul Gender Bias of Senior High School. He used 6 buku textbook bahasa Engrish SMA yang hasilya prempuan sebagi orang yang berada pada posisi rendah dalam pekerjaan dengan jumlah 8 pekerjaan yaitu cashir, model, recepcionist, sale promotion girl, stewardess, teacher and vegetable seller, sedangkan laki-laki pada posisi tinggi dengan jumlah 16 pekerjaan yaitu heard master, manager, doctor, and soldier, cahef, police officer, designer, the senior High School, test driver and mechanic.  positive character selalu mengarah kepada laki-laki dengan jumlah 6 characteristics seperti never forget, working hard, clever, strong and Insulting man sedangkan perempuan 1 dan negative character mengarah kepada perempuan sebanyk 9 seperti sensitive, gossiping, always forget dan pessimistic, sedangkan laki-laki 2 characteristics , kekersan sering terjadi pada diri perempuan yang dipernbuat oleh laki-laki tapi laki-laki yang disakiti oleh perempuan tidak ada seperti he hirt her and he abuse her brutally, mendapat prestasi dan posisi yang tinggi lebih sering kepada laki –laki and activities domestic laki-laki dengan jumlah 8 data sedangkan perempun 13 data.[11]
Menguatnya mainstream ketidak adilan gender adalah wacana textbook syang  digunakan oleh seluruh siswa/mahasiswa yang tentu secara otomatis akan diperakktikkan apa yang dilihat dalam textbooks itu baik dalam waktu yang relative lama ataupun singkat. Ketika terlihat gambar didalam textbooks perempuan sedang masak, seorang istri dipukul oleh suaminaya, dan lain-lain dari peraktik pemarjinalan perampuan, Ini bisa terperakktikkan dengan cepat atau lambat dalam kehidupan sehari-hari. Ketidak adilan gender akan semakin menguat karan didukung oleh pendidikan-pendidiukan formal secara tidak langsung melewati buku-buku yang dipakainya. Hal ini harus dihilangkan dengan merivisinya supaa memperlihatkan keadilan jender.
Upaya untuk mewujudkan keadialan dan kesetaraan gender dapat dilakukan melaui pendidikan formal karan terbentuknya juga dengna pendidikan formal disamping sudah membudaya pada masyarakat. Oleh karena itu banyak sekali kjurnal-jurna nasional dan international mengkaji tentang feminine and maskulin in textbook, gender bias in textbook, impact ketidak adilan gender dalam perekonomian dan lain-lain. Ini bertujuan menghilangkan wacana-wacana ketidak adilan dalam textbooks. Oleh karena itu salah satu upaya yang dilaksakan oleh yayasan jurnal perempuan dengan dukungan fort foundation menerbitkan 29 modul program Integrasi jender, seksualitas, Kesehatan reproduksi, dan ham dalam kurikulum perguruan tinggi. Topik-topik itu diintegrasikan ke 29 mata kuliah yang disusun dan diujicobakan oleh pengajar ditiga prguruan tinggi, ya’ni Institute kesenian Jakarta, universitas Atma Jaya Yogyakarta, dan Universitas Prof Dr Moestopo (Beragama), terutama terkait dengan mata kuliah bidang komunikasi dan seni rupa. Tujuanya dala agar generasi memahami persoanalan tersebut,” . Dikatakan oleh oleh direktur yaysan jurnal wanita mariana Amiruddin bahwa instutusi pendidikan merupaka pubrik pengetahuan. Mahasiswa seharusna diperlengkapi dengan cara berpikir yang toleran, manusiawi, tak melecehkan peremouan, memahami kesehatan reproduksi agar dapat lebih bertanggung jawab.[12]
Terperaktiknya gender inequalities akan melahirkanbermacam-macam peraktik negative terhadap dunia perempuan. pertama subordianasi kaum perempuan dihadapn laki-laki. Subordinasi disini dalam hal politik bahwa untuk pengambilan keputusan dan pengendalian kekuasaan. Meskipun jumlahnya 50% perempuan didunia ini tapi tetap posisi perempuan ditentukan oleh laki-laki sebagaiman yang terjadi di aceh Darussalam yang dikataka oleh Safwani Kualisi Perempuan Indonesia  Aceh (KPI) bahwa bayak perempuan aceh yang tidak merasa diuntungkan dengan pengalokasian dana untuk gaji karan mereka tidak ikut dalm mengambil keputusamn sehingga membias ke laki-laki yang banyk diuntungkan.[13] Kedua secara ekonomis, perbedaan perempuan akan melahirkan proses marginalisasi perempuan. Proses marjinalisasi perempuan terjadi dalam kultur, birikrasi maupun program-perogram pembangunan. Ketiga terjadi strotype terhadap perempuan yang mengakibatkan penindasan terhadap mereka. Strotype merupakan bentuk penindasan ideology dan cultural, ya’ni pemberian label yang memojokkan perempuan. Nisalnya strotype perempuan “ibu rumah tangga”. Istilah ini akan terbentuk sebuah ideology bahea perempuan itu cocoknya diam dirumah mengatur hal-hal yang domistik. Sedangkan laki-laki berada pada bidang politik, business dan pemerintahan. Sementara strotype laki adalah “pencari nafkah” mengakibatkanpa saja yang dihasilkan dihitung sebagai hasil “sambilan atau tambahan” dan cendrung tidak dihargai. Keempat mengakibatkan workload ya’ni perempuan bekerja lebih keras misalnya disamping mereka kerja didomistik, mereka juga pencari nafkah walaupun sudah ada strotyp antara laki-laki dan perempuan, tapi pada kenyataanya, pada observasi yang dilakukan, menunjukkan bahwa hamper 90% pekerjaan domistik dikerjakan oleh perampuan. Teraelebih-lebih mereka menjadi buruh perusahaan kenudiab setelah pulangya mereka menemukan kembali pekerjaan domistik termasuk menggendong anak kalau puna anak. Kelima Violence, ya’ni kekerasa terhadap perempuan oleh laki-laki banyak sekali baik siapt fisiok seperti pemerkosaan, persetubuhan antar anggota keluarga, pemukulan dan penyiksaan bahkan ynag lebih sinis laki pembunuhan terhadap perempuan. Kekerasan fisik juga terjadi pelecehan seksual yang menyebabkan ketidak nyamannya bagi perempuan secara emosional. [14]

Dengan ketidak adilan tersebut yang membentuk character perempuan menjadi kurang pecaya diri dalam mencapai perestasi yang tinggi sehingga di beberapa daerah masih melarang anak peremouanya untuk sekolah menyuruh bcepat nikah dan sebagainya. Secara realitanya perempuan bisa mendapat perestasi yang melibihi laki-laki dan berbuat sam sepert laki sebagaimana yang dilakukan oleh Monisha Kaltenborn, CEO Sauber Motorsport AG, yang cantik, dan dengan jabatanya, perempuan paling senior di tim FI. Saat peluncuran mobil Sauber baru 2011 di sirkuit Valencia, sepoanyol, kamis (3/2), ia mengeluarkan openinya soal seksisme otomotif. Ini membuktikan perempauan mampu menduduki jabatan strategies di bidang otomotif. Blap Mobil FI, Dengan demikian, tidak lagi hanya menjadi milik laki-laki. Kalterborn makin mendobrak sekat dan batasan antara lelaki dan perempuan di jagt balapn mobil dengan muncul di konfrensi pers Sauber diinding pit. Di sebutkan dalam berbagai sumber, Kalternborn hanya datng ke sebuah pertemuan bersama penerjemah tim Sauber, Lantas, Berniee Ecclestone (80), pengusaha dibidang olahraga yang adalah president CEO Management FI, pun melempar berbaju putih dan berada didapur atau melkukan kegiatan domistik lainya.[15]

            Selain itu juge perempuan bisa menjadi ilmuan seperti laki-laki tapi karma budaya Indonesia bsecara umunya membentuk gender yang menjadikan perempuan inferior sehingga ilmuan wanita masih minim. Pada acara discussi women’s day dijakarta yang diseponsori oleh the US Embassy at @Amerika. Telah hadir dua ilmuan dari Indonesia yaitu Harawati Sudoyo, deputy chair of the Eijekman Institute, dan Eniya Listiani Dewi, a researcher with the agency for Assesment and Application Tecknology (BPPT). sedangkan  dua iluan perwakilan US ya’ni Kerri-Ann Jones, assistant on oceans, environment and science to the US Secretary of state, and Lisa P. Jakson, the administrator of the Environmental Protection Agency (EPA).  Kesimpulan dari diskusi itu adalh perlunya negri untuk mengembangkan ketika ilmuan wanita masih sedikit. Jone mengatakan  beberapa negri membutuhkan ilmuan perempuan. “Perempuan dalam ilmu pengetahuan sangat dibutuhkan dalam untuk mengembangkan sebuah negara. Dan dikatakan juga oleh Eniya wanita ilmuan Indonesia diindonesia hany beberapa perempuna yang tertyarik dal ilmu pengetahuan. Tapi pada masa mendatang pasati banyak. [16]
Prasangka dan kebencian terhadap perempuan (misognis) adalah salah satu dampak yang melahirkan berbagi pelanggaran keji diberbagi kebudayaan. Misalnya diberbagai Negara aprika dikenal praktik mutilasi kelamin perempuan karena asumsi nafsu perempuan berlipat-lipat dibandingkanb dengan laki-laki dan berpotensi menjadi “liar”. Dinegara seperti Pakistan dan afganistan dikenal praktik pembunuhan perempuan atas nama kehormatan keluarga serta tuduhan penyelengan terhadap perempuan korban pemerkosaan dalam hokum yang diskriminitif. Di china, pada masa lampau, bentuknya adalah pengecilan kaki perempuan. Namun, modernitas China tak bisa dipisahkan dengan kebijakan formal yang mengadopsi nilai-nilai tradisi dengan korban fetus dan bayi perempuan. Di Indonesia, Nurhasyim mengutip 189 kebijakan diskriminitive dal bentuk peraturan diberbagi tinkat, tahun 2010, tujuh terbit di tingkat nasional, 80 diantaranya menyasar langsung pada perempuan dengan mengatas namakan agama dan moralitas[17].  Di Lombok NTB, masih minim perempuan yang berpendidikan tinggi karana mereka berpikir akan kembali ke dapur saja walaupu sekolah tinggi atu melayani suami dan orang tua juga mendukung hal itu. Jadi sangat wajar pendidikan di Lombok masih rendah salah satu faktornya adalah ketidak adilan gender.
 Ketidak adilan gender pada pendidikan akan dampak kepada kemiskinan suatu daerah sebagai mana hasil penelitian mengenai pengaruh ketidak adilan gender dalam pendidikan terhadap kemiskinan pedesaan di Pakistan dengan judul “The Impact of Gender Inequality in Education on Rural Poverty in Pakistan: An Empirical Analysis” hasilnya adalah bahwa ketidak adilan gender didalam pendidkan mempunyai pengaruh terhadap kemiskinan dipedesaan. Karma hubunag household dengan female-male ratio mempunyai hubungan positip dan variable gender inequality dengan dalam pendidikan dengan kemiskinan dipedesaan menunjukkan pendidikan menediakan lebijh banyak lapangan kerja dan menghilangkan kemiskinan pada negri yang berkembang seperti yang terjadi dipakistan.[18] Hasil  ini bisa menjadi refrensi bagi bangsa Indonesia yang masih terjadi ketidak adilan gender.
Beberapa hal bisa disimpulkan dari praktik ketidak adilan gender ini, bahwa memperjuangkan perempuan tidak sama dengna perjuangan perempuan melawan laki-laki. Persoalan penindasan terhadap perempuan bukanlah persoalan kaum laki-laki, melainkan persoalan system dan structure ketidak adilan masyarakat dan ketidaka adilan gender adalah salah satunya. Gerakan perempuan adalah gerakan transfortasi bukan gerakan balas dendan. Seluruh  Organisasi perempuan tujuanya ingin untuk menetralkan kondisi antara laki-laki dan perempuan baik dalam peran maupun tanggung jawab. Mereka mengadakan gerakan pergeseran consept gender yang bias karma ingin mengadakan hubungan yang lebih harmonis. Hubungan ini melipututi ekonomi, budaya, politik, culture dan ideology.

B. Islam dan kedukan perampuan
Agam islam menjamin hak-hak kaum perempuan dan memberikan perhatian serta kedudukan terhormat kepada perempuan yang hal ini tidak pernah dilakukan oleh agama atau syareat sebelumnya. Bahkan ajaran tersebut telah mendahului peradaban Barat 14 abad yang lalu. Jika sekarang ini ndalam masyarakat Islam terjadi praktik perlakuan yang tidak wajar terhadap perempuan, maka hal ini bukan disebabkan oleh Islam, tetapi karena ajaran dan bimbinagn Islam tidak diimplementasikan dalam tataran praktsis, dan juga disebabkan adanya tradisi atau adapt istiadat yang berkembang dalam masyarakat tersebut yang jauh dari ruh Islam.

Sebelum Islam, kaum laki-laki menempati posisi sentral dan istemewa dalam kelurga dan masyarakat. Mereka bertabggung jawab dalam secara keseluruhan dalam persoalan kehidupan kelurga, sehingga kaum perempuna secara umum hanya menekor kaum laki-laki. Oleh karaenaya, masyarakat arab tidak menyambut gembira dengan kelahiranya perempuan. Sebab kondisi alamiah ynag tidak dapat berperan dalam kondisi kehidupan yang sangat keras. Fenomena yang muncul pada sebagian kabilah Arab adalah kaum lelaki sangat berduka dengan kelahiran anak perempuan yang pada giliranya mereka memutuskan apakah tetap bersedih atau melepaskan kepedihan itu dengan membubuh atau mengubur anak perempuan tersebut hidup-hidup? alquran dalam bnayk ayat menjelaskan gambaran berikut. [19]

Secar siongkat dapat dikatakan bahwa posisi perempuan pada masa pra-islam sebagai berikut:
1.                           Dari sisi kemanusiaan, pertempuan tidak memiliki tempat terhormat dihadapan laki-laki karena tidak pengakuan atau sikap laiki-laki terhadap peran perempuan dalam mengatur masyarakat.
2.                           Ketidak setaraan antara anak laki-laki dan perempuan, suami dan istri dalam lingkunagan kelurga.
3.                           Megesampingkan kepribadian atau memperoleh penghidupan, sehingga perempuan tidak memiliki hak dalam persoalan waris dan pemilikan harta.[20]
Perinsip-perinsip Penghormatan terhadap perempuan

Prinsip-prinsip yang diajarkan Islam dalam konteks perbaikan posisi perempuan terangkum dalam dua prinsip dasar, yaitu:[21]
1.      Persaudaraan Nasab (keturunan)

Perempuan adalah saudara laki0laki, karena keduanya dinisbatkan kepada ayah dan ibu yang sama. Rasulullah S.A.W. mempertegas ayat tersebut dengan menyatakan bahwa “kaum perempuan adalah saudara kandung kaum lelaki”.[22] Prinsip persaudaraan nasab seperti ini menuntut adaya persamman, karena tidak ada salah satu saudara kandung yang lebih besar porsi nisbat kepada orang tuany dari saudara lainya.

2.      Persamaan dalam paham kemanusiaan
Prinsip ini tercermin dalam QS. Al-Nisa’: 1 dan QS. Al-A’raf: 189. Kedua ayat tersebut memberi sinyal bahwa laki-laki dan perempuan dalam menjalin kehidupan rumah tangga adalah saling melengkapi. Masing-masing memiliki tugas dan fungsi melestarikan keturunan, namun dalam praktiknya berbeda antara keduanya. QS. Al-Rum: 21 melengkapi pengertian yang menopang pemahamn utuh terhadap ayat diatas, yaitu Allah menghendaki penegakkan kehidupan suami-istri atas dasar mawaddah wa rahmah.

Kompotensi Perempuan

Islam mengakui kompetensi dan hak-hak perempuan, tanpa dikaitkan denga syarat apapun dalam seluruh aspek kehidupan yang tercermin dalam beberapa hal berikut ini:[23]
1. Kompetensi beragama

Sebagimana yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa ketika perempuan mendapat beban ta taklif, maka titik tekanya terdapat pada kekhususan kemanusiaanya, ya’ni kesiapan secara intlectual dan spioritual terhadap adanya taklip tersebut. Dalam kontexts ini, perempuan setara dengan laki-laki. Allah memperkuat hal demikian dalam hawa dan adam dengfan tidak membedakan antara keduanya dalam hal perintah atau larangan.[24]
  1. Kompetensi ekonomi
Yang dimaksud dengan kompetensi ekonomi disini adalah kompetensi perempuan dalam aktivitas ekonomi seperti dalam persoalan pepemilikan, hibah, wasiat, jual beli, upah dan sebaginya. Islam mengakui persamaan perempuan dalam mencari nafkah sebagainya laki-laki, sehingga mempunyai konsekunsi terhadap kepimilikan dan selanjutnya memiliki kebebsan untuk membelanjakan hartanya. Slah satu dasar dapat ditemukan adalah pengakuan hak-hak perempuan dalam bebnerapa bidang ekonomi:
1.      Hak kepimilikan dalam masalah waris yang pada masa jahiliah tidak pernh terjadi. Perampuan mendapat bagian waris dari ayah, saudara, anak, suami dan kerabatya.[25]
2.      Mahar (mas kawin) yang pada masa Jahiliah perempuan tidak mendapat hak maskawin dari suaminya, tetapi menjadi hak ayahnya, saudara atau wali lainya.[26] Islam menetapkan bahwa mahar sepenuhnya adalah hak perempuan, bukan suami, ayah atau wali lainya. Slanjutnya perempuan memiliki hak untuk mempergunakan mahar tersebut.
3.      Kompetensi social
Allah berfirman kepada perempuan agar beriaman, beramal saleh dalam ibadah ibadah dan muammalat seperti Allah berfirman kepada lkai-laki. Nabi S.A.W. membaiat wanita mukmin seperti beliau membaiat laki-laki mukmin dan memerintahkan mereka untuk mempelajari Alquran dan Ilmu pengetahuan sebagaimana kaum laki.[27]
Berangkat dari hal tersebt, Islam menetapkan hak-hak kompotensi social perempuan sebagai berikut.  
1.                                  hak untuk menyatakan pendapat dan mengajukan gugatan yang tercermin dalam QS. Al-Mujadila:1
2.                                  Hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan social yang tergambar dalam QS. Al-Tawbah:71-72. Dua ayat tersebut memberikan ketetapan bahwa keimanan, amal saleh, amar ma’rup nahi munkar, ta’at kepada Allah dan rasulnya, shalat, Zakat dan sikap solidritas dapat bmenghindarkan orang Islam dari bebrapa bahaya serta menekan kepentingan umum.
3.                                  Hak untuk bertanding atau berkompetesi social yang tercermin dalam QS. Al Imran:61.
4.                                  Tatkala perempuan sudah menginjak dewasa dan matang dalam perilaku ekonomi, maka tanggung jawab wilayah wali terhadap perempuan menjadi hilang. Karenaya, perempuan bertabggung jawab sendiri dalam prsoalan harta dan pribadinya, sebagimana yang terdpat dalm QS. Al-Nisa’:6.
Islam mengankat kedudukan perempuan pada tiga aspek sebagai berikut:
1.      Aspek kemanusian perempuan yang diakui sama seperti laki-laki.
2.      Aspek social yang memberikan kesempata bagi kaum perempun auntu berpartisipasi pada bidang pendidikan dan pengajaran, berpartisipasi dalam kemasyarakatan, dan menyatakan pendapat dan gugatan dalam rangka mencapai haknya.
3.      Aspek meminij hak-hak perempuan, termasuk hak memenij harta ketika menginjak usia dewas.[28]





[1]Barker, Charis Barker, 2000. 235. Cultural studies Theory and practices:  It is clearly stated that the terminology gender is much more appropriate to use, if it’s all dealing with language used by man or women, than terminology sex. Sex is taken to be the biology of the body while gender refers to the cultural assumptions and practices which govern the social construction of men, women and their social relations).Sex is biologically determined whereas gender is a social construct involving the whole categories of physical, social and cultural differences between male and females (Wardhaugh, 1998: 309).
[2] (Saamsiyah, 1999 dalam Astuti, 2000)
[3] Ibid
[4] Ibid (yang mengutip pendapat Mosse., 1996 dalam buku gender dan pembangunan)

[5] Dikatakan oleh Mariana Amiruddin  Directur Eksekutif Yayasan Jurnal Perampuan dalam kata pengantar buku perang gender karangan karangan Heru Amka, 2009)
[6] See Kompas, Jumat, 25 Maret 2011 halamn 40 tentang Gerakan: menemukan Kembali Kekenyalan akar rumput
[7] Linguistik Indonesia, jurnal Ilmiah by Ni Nyoman Padmadewi IKIP Negri singaraja Bali Masyarakat Linguistik Indonesia pada kata pendahuluan
[8] Jakarta Post, Monday, januari 16 2011. Dengan judul Are men and women different as leaders? Last year, women held 49 percent of the jobs in the US and 50 percent of all managerial positions. Even a report from the US department of Labor back from the US Department of Labor back in 2006 noted that women outnumber men in such occupation as financial managers; human resource managers; educational administrators; medical and health service managers; accountants and auditors; budget analyst; property, real estate, and social community service managers. Karsten Jonsen is a research fellow at IMD (WWW. IMD.CH). Martha Mazevski is professor of organizasional behavior and international management at IMD and the MBA program director. IMD and W.I.N, the global women’s leadership organization, will join forces in exploring the topic of women in leadership on March 10-11, 2011.


[9] According to Fairclough (2007:8), Ideologies are representations of aspects of the world which can be shown contribute to establishing, maintaining and changing social relations of power, domination and exploitation. The exercise of power, in modern society, is increasingly achieved through ideological workings of language. Among the various modes of communication, language has assumed a significant role in the sustenance of various social processes. Those who control the discourse of a society  (primarily through language) have the power to control, sustain or reshape the ideology  of that society; in doing so they manufacture consent, thereby legitimizing their   agendas,  which   thence   become  part  of  the social setup or structure.

[10] Ibid. Texts as elements of social events have causal effects. i.e. They bring about changes. Most immediately, texts can bring about changes in our knowledge (we can learn things from them), our beliefs, our attitudes, values and so forth. They also have longer-term causal effects-one might for instance argue that prolonged experience of advertising and other commercial texts contributes to shaping people identities as ‘consumers’, or their gender identities. Texts can also start wars, or contribute to changes in education, or to changes in industrial relations, and so forth. Their effects can include changes in the material world, such as changes in urban design or the architecture and design particular types of building. In sum, texts have causal effects upon, and contribute to changes in, people (beliefs, attitudes, etc.), actions, social relations, and the material world. It would make little sense to focus on language in new capitalism if we did not think that texts have causal effects of this sort, and effects on social change.

[11]  Thesis by Fitria Dewi Raahayu Uniaversitas Muhammadiyah Surakarta 2008.
[12] Kompas, sabtu, 26 maret 2011
[13] Jakarta post, Thursday, januari 17, 2011. Women ‘must’ have greater say in administration. Paragraph 3 Citing an example, Safwani said that many woman in Aceh could not take advantage of huge budget allocations provided by the government because they had not taken part in the planning process.
[14] Mansur Fakih,  2003, halaman 145-147 Analysis gender dan transformasional,
[15] Kompas, sabtu, 5 februari 2011
[16] Jakarta post, 25 Februari 2011. Women’s day. Female scientists and support for them needed: Discussion. Pada paragraph 5 Eniya said in Indonesia few women had an intrest in sciene, but said she blieved that more women in the future would in the future would get involved in science. “Women’s involvement in science leads to emancipation. Beside, that woman have both firm and tender characters, fit to work in science. Dan pharabraph 3. Jones said countries need female scientists. “Women in science are really needed to improve the country,” she said.
[17] Kompas, Jum’at, 25 maret 2011. Judulnya Transformasi: Menetang Assumsi tentang Arti Menjadi Laki-laki.
[18] European Journal of Economics, Finance and Administrative Sciences ISSN 1450-2275 Issue 15 (2009)
© EuroJournals, Inc. 2009 http://www.eurojournals.com/EJEFAS.htm. The Impact of Gender Inequality in Education on Rural Poverty in Pakistan: An Empirical Analysis  Imran Sharif Chaudhry   Associate professor, Department of Economics Bahauddin Zakariya University   Multan, Pakistan   E-mail: imranchaudhry@bzu.edu.pk  Saeed ur Rahman PhD Scholar, Department of Economics Bahauddin Zakariya University  Multan Pakistan E-mail: saeedurrahman16@yahoo.com. Hasilnay: The resultsindicate  that household size and female-male ratio (members) have strong positive association with  the probability of poverty. The inverse relation between variables of gender inequality in  education      and   rural  poverty    suggests    that   education    provides    more    employment  opportunities and rejects poverty in developing countries like Pakistan.
[19] Lihat QS. Al-Nahal: 58-59, dan Q.S. al-Zukhruf: 17-19
[20] Bukti yang menunjukkan hal tersebut adalah Q.S. Baqoroh: 180-182, dan Qs. Al-Nisa’:7
[21] Lihat dalam article Suad Ibrahim Salih yang bejudul : Kedudukan Perempuan dalam Islam. Ditulis dalam buku wanita dalam masyarakat Indonesia. Akses, pemberdayaan dan kesempatan.(2001, hal. 37)
[22] Hadis riwayat Ahmad, Abu Dawud dan al-Turmudhi.
[23] Cipt. Hal. 46.
[24] Lihat QS. Al-Baqarah: 35 dan al-a’raf; 22.
[25] QS. Al-nisa:4
[26] QS. Al-nisa’ : 4
[27] Qs. Al-nisa’: 4
[28] Cipt. Hal. 50

Tidak ada komentar:

Posting Komentar