Senin, 04 April 2011

JAM’UL AL-QUR'AN


JAM’UL  AL-QUR'AN
A.    PENDAHULUAN
Allah swt menciptakan manusia dengan sebaik-baik ciptaan, karena manusia adalah makluk ciptaan tuhan yang paling sempurna baik itu jasmania, ruhaniah, hati, maupun akal. Karena dengan akal itulah manusia mengembangkan dan menjalan kan amanah dari sang Maha Pencita sebagai khalifah dimuka bumi ini. Manusia ditugaskan oleh Allah untuk mengatur, menjaga menglola alam ini dengan sebaik-baiknya. Allha maha pengasih dan penyayang, Dia memberi amanah kepada manusia untuk menjadi khalifah dengan tak lupa menurunkan petunjuknya sebagia pedoman manusia dalam menjalankan amanahnya, petunjuk itu berupa Kitab suci yang di bawakan oleh para sarul lewat pelentaraan ruhul amin jibril a.s. yaitu Al-Qur'an Al-karim.
Pada awalnya al-qur'an belum dibukukan kedalam satu kesatua seperti yang kita lihat dan baca saat ini, dan kondidinya masi berserakan berupa suhuf –suhuf baik itu di pelepa kurma, dedaunan maupun ditulang belulang. Demi menjaga keaslian al-qur'an pada masa nabi, nabi melarang sahabat untuk menulis selain al-qur'an beliau menyurh para sahabat untuk menghafal al-qur'an.  Pada masa khalifa Abu bakar terjadi peristiwa yang sangat besar yaitu terbunuhnya 70 penghafal al-quran dalam perang  menumpas kaum murtadin orang orang yang murtad karena tidak mau bayar zakat dan mengikuti nabi palsu. Karena peristiwa itu umar bin khatab mengusulkan kepada khalifah untuk mengumpulkan al-qur'an ( membukukan al-Qur'an). Dan usulan itupun diterimah. Dan pada pemerintahan usman bin affan melengkapinya dan ditulis dalm bahasa qurasyi.  Begilah allah menjaga al-qur'an karena al-qur'an datang dariNya dan Dialah yang akan menjaganya.




B.     PEMBAHASAN
1.      PENGERTIAN
Penghimpunan Al-Qur'an mempunyai dua pengrtian yaitu penghafalan dan penulisan, sebagaimana firman Allah dalam sutat al-qiyamah ayat 17
¨bÎ) $uZøŠn=tã ¼çmyè÷Hsd ¼çmtR#uäöè%ur ÇÊÐÈ
"Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya."
Kata penghimpunannya ( jam'ahu ) bermakna penghafalannya. Orang-orang yang hafal Al-Qur'an disebut jamma' ul-Qur'an atau huffazul Qur'an. Makna yang lain dari kata penghimpunannya (jam'ahu) ialah penulisannya.yakni penulisan secara keseluruhan Al-Qur'an yang memisahkan masing-masing ayat dan surat; atau hanya mengatur susunan ayat-ayat Al-Qur'an sajadan  susunan tiap surah di dalam suatu shahifah tersendiri; atau mengatur susunan semua ayat dan surat di dalaam  shahifah yang kemudian disatukan sehingga menjadi suatu koleksi yang merangkum semua surah yang sebelumnya telah disusun satu persatu sehingga al-qur'an sampai sekang masih terjaga keorisinalannya sedikitpun tidak berubah baik bunya maupun susunan kata dan kalimatnya.( SUBHI AS-SHIDQI; 1985; 73).
2.      Sebab-sebab pengumpulan Al-Qur'an
Salah satu penyebab khalifah Abu Bakar as-Syidiq adalah terbunuhnya para penghafal al-qur'an pada perang bi'r maunah perang melawan orang-orang murtad, sahabat penghafal al-qur'an yang meninggal pada perang tersebut sebanya 70 orang. Karena khawatir para penghafal al-quran akan habis meninggal dan al-qur'an akan punah ma dari itu umar bin khattab mengusulkan kepada khalifah untuk membukukan al-qur' an  dan usulan itupun diterima oleh khalifah berdasarkan sandaran kepada Nabi. .( SUBHI AS-SHIDQI; 1985; 85).
Terjadinya pertengkaran antara kaum muslimin mengenai cara membaca Al-Qur’an, akibatnya banyak sahabat nabi yang resah menghadafi masalah tersebut. Sabagaiman yang dikatakan oleh thabrani di dalam taafsirnya. Ia menyampaikan sebuah riwayat yang keluarkan oleh ayyub berasal dari abu qulabah yang mengatkan sebagai berikut: pada masa khalifah utsman, setiap guru  mempunyai cara qira’at tertentu dan cara itulah yang diajarkan kepada setiap murid mereka. Pada saat murid dari berbagai perguaruan berkumpul, terjadilah pertengkaran dan perselisihan. Mereka lalu melaporkan pertengkaran itu ke pada guru masing-masing sehingga saling mengkafirkan, hanya karena persoalan cara baca al-Qur’an. .( SUBHI AS-SHIDQI; 1985; 93).
3.       Penghimpunan Al-Qur'an
Pengumpulan al-qur'an terjadi melalui tiga tahapan atau tiga priode yang pertama priode rasulullah, kedua priode khalifah abu bakar  dan yang ketiga priode khalifah utsman bin affan. ( ibrahim al-ibrasy: 1995, 75)
a.       Pada priode Rasulullah
Pada masa Nabi ada dua cara yang diterapkan dalam memilihara Al-qur'an yaitu hafalan dan penulisan artinya setiap ayat yang turun langsung dicatat oleh penulis wahyu dan dihafal oleh para sahabat. Dalam hal ini Allah berfirman dalam sutah XV ayat 9
$¯RÎ) ß`øtwU $uZø9¨tR tø.Ïe%!$# $¯RÎ)ur ¼çms9 tbqÝàÏÿ»ptm: ÇÒÈ
“ Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya”
Ayat ini memberikan jaminan tentang kesucian dan kemurnian Al Quran selama-lamanya. Baik dijaga langsung oleh allah maupun lewat para huffaz al-qur'an dengan cara menulis dan menghafalnya. Dalam sebuah riwayat yang shahihdisebutkan bahwa setiap turun wahyu Nabi memanggil penulis wahyu seperti terlihat ketika urun ayat 95 dari An-Nissa' yang berbunyi
žw ÈqtGó¡o tbrßÏè»s)ø9$# z`ÏB tûüÏZÏB÷sßJø9$# çŽöxî Í<'ré& ÍuŽœØ9$# tbrßÎg»yfçRùQ$#ur Îû È@Î6y «!$# óOÎgÏ9ºuqøBr'Î/ öNÍkŦàÿRr&ur 4
  Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai 'uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya”
Maksudnya: yang tidak berperang tanpa alasan. sebagian ahli tafsir mengartikan Qaa'idiin di sini sama dengan arti qaa'idiin Maksudnya: yang tidak berperang karena uzur. Nabi bersabda " panggilkan saya zaid dan hendaklah dia membawa tulang dan tintah kesini"dari riwayat Al-hakam dengan sanat yang sahih zaid perna berkata        "( kami dulu di hariban Rasulullah saw menyalin Al-Qur'an dengan menggunakan lempengan-lempengan dari al-riqa'" ( Nasruddin Baidan;2002 ; 31)
Disamping menggunakan tulang, Rasulullah juga menggunakan lembaran kulit, seperti yang diungkapkan oleh Al-Hakim dalamal-Mustadrak mungutip sebuah hadits dengan isnad bukhari dan muslim serta berasal dari zaid bin tsabit yang menyatakan : " di kediaman Rasulullah kami dahulu menyusun ayat-ayat al-Qur'an yang tercatat pada riqa'". ( subhi as-salihin 1985; 79, dlm al-itqan I. hal 99.). kata riqa' adalah jamak dari ruq'ah yang berarti lembaran kulit, lembaran daun, atau lembaran kain.
Para penulis wahyu itu dalah para sahabat kepercayaan Rasulullah seperti khalifah yang empat, zaid bin tsabit, abdullah bin mas'ud, ubayya bin ka'ab, dan yang lain sehingga jumlahnya mencapai 43 orang. Mereka mencatat setiap wahyu yang turun persis sebagaiman disampaikan Nabi sedikitpun tidak mereka ubah. Dalam pencatatan tersebut mereka selalu menaati pedoman yang digariskan Nabi saw, yaitu tidak mencatat kecuali Al-Qur'an saja. Pencatan resmi di hadapan Nabi inilah yang kemudian hari yang dipakai oleh Abu Bakar dalam membukukan Al-Qur'an menjadi satu Mushaf.
Penepatan ayat dan urutan-urutanya serta susunan surat-surat di dalam mushaf sebagaiman yang kita jumpai sekarang adalah menurut petunjuk Nabi saw (tawqif), bukan berdasarkan ijtihad sahabat sebagaiman ditegaskan dalam sabda Beliau "letakkanlah surat ini di tempat yang di dalamnya disebutkan ini dan ini". Sehubngan dengan ini Ahmad juga meriwayatkan dari ustman bin Abi alAsh yang menjelaskan bahwa Jibril menyuruh Nabi menempatkan ayat
 ¨bÎ) ©!$# ããBù'tƒ ÉAôyèø9$$Î/ Ç`»|¡ômM}$#ur Ç!$tGƒÎ)ur ÏŒ 4n1öà)ø9$# 4sS÷Ztƒur Ç`tã Ïä!$t±ósxÿø9$# ̍x6YßJø9$#ur ÄÓøöt7ø9$#ur 4 öNä3ÝàÏètƒ öNà6¯=yès9 šcr㍩.xs? ÇÒÉÈ
  Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”.
Di tempat ini ( maksudnya pada urutan ke 90 dari ayat-ayat An-Nahl )(Subhi As-Sidqi; 1985; 70). Disamping melalu catatan, Al-Qur'an juga dipelihara melalui hafalan. Pada umumnya para sahabat menghafalnya. Namun mereka yang menghafal keseluruhannya tidak begitu banyak seperti Ubayy bin Ka'b, Mu'azd bin jbal, zaid bin tsabit, Abu darda', sa'd bin ubayd usman bin affan dll .(nasruddin baidan 2002 ;33).terbunuhnya sekitar 70 orang sahabat yang hafal Al-qur'an pada pertempuran di Bi'r Ma'unah melawan pengikut-pengikut Murtaddin Musailamah Al-Kazzab, dapat menjadi bukti otentik bahwa Al-Qur'an benar-benar sudah dihafal oleh sebagian besar sahabat.
sesungguhnya setiap ayat yang dicatat disimpan di rumah Rasulullah, sedangkan para pencatat membawa salinannya untuk mereka sendiri. sehingg terjadilah saling kontrol antara naskah yang berada di tangan pencatat wahyu itu dan suhuf ( lembaran-lembaran ) Al-Qur'an yang berada dirumah Rasulullah saw. disamping itu ada pengontrol lain dari para penghafal Al-Qur'an di kalangan sahabat nabi, baik yang buta huruf maupun tidak. keadaan itulah yang menjamin Al-Qur'an tetap terjaga dan terpeliharan kasliannya.
Dari fakta sejarah yang dikemukakan itu, jelas keorisinnalan dan kemutawatirannya, sehingga tak ada alasan bagi siapapun untuk mengklim bahwa Al-Qur'an tidak mutawatir atau tidak orisinal.
b.      Pada priode Abu Bakar ra
al-Qur'an seluruhnya ranmpung ditulis pada masa Rasulullah masih hidup, hanya saja ayat-ayat dan surah-surahnya masih terpisah. orang pertama yang menghimpun al-Qur,an sesuai kehendak Rasulullah adalah abu nBakar as-syidiq. abu abdullah al-muhasabih seorang ulama usul fiqh dan muamalat mengatakan dalam buku fahmus-sunan: " penulisan Al-quran bukan soal baru, karen Rasulullah sendiri telah memerinthkan penulisannya. tetapi ketika itu masih tercecer pada berbagi lembaran kulit, daun, tulang-tulang unta dan kambing yang kering, atau pelepah kurma. kemuadia, abu bakar ash-shidiq memerintahkan mengumpulkannya menjadi sebuah naskah, juga naska yang tertulis pada lembaran-lembaran kulit yang terdapat di rumah Rasulullah saat itu masih dalam keadaan terpisah-pisah. kemudian dikumpulkan oelh sahabat, lalu diikatnya dengan tali agar tidaka ada yang hilang". ( subhi ash-salih 1985; 84 dalam buku al-burhan I, hal 238).
Abu Bakar Ash-Shidiq memerintahkan mengumpulkan al-Qur'an seusai perang yamamah, tahun 12 H, perang antara muslim dan kaum murtad ( pengikut musailama al-kadzdzab yang mengaku dirinya nabi baru)dimana 70 penghafal         al-Qur'an dikalangan sahabatNabi gugur. melihat kenyataan itu Umar bin khattab ra. merasa sangat khawatir, lalu mengunsulkan supayah mengambil langkah untuk mengumpulkan al-Qur'an. bukhari meriwayatkan sebuah hadis dalalm shahihnya bahwa zaid bin tsabit ra. menceritakan kesaksiaanya sendiri sebagai berikut: " di saat berkecamuknya perang yamamah, abu bakar meminta supaya aku datang kepadanya. setibanya aku dirumahnya, kulihat umar ibnul khattab sudah berada disana. abu bakar lalu berkata: umar datang kepadaku melaporkan bahwa perang yamamah bertamba sengit dan banya para penghafal Al-Qur'an yang gugur. ia khawati kalau-kalau peperang dahsyat itu akan mengakibatkan lebih banya  lagi para penghafal Al-Qur'an gugur. karena itu ia berpendapat sebaiknya aku segera memerintahkan penghimpunan al-Qur'an kukatakan pada umar bagaimana mungkin kita melakukan sesuatu yang tidak dilakukan oleh Rasulullah saw?! umar menyahut demi allah itu ( penghimpunan al-Qur'an ) adalah kebaikan'. umar berulang-ulang mendesak dan pada akhirnya Allah membukakan dadaku sehingga aku sependapat dengannya". dalam kesaksiaan itu zaid bin tsabit lebih jauh mengatakan " kepadaku abu bakar berkata: engkau masih muda cerdas dan terpercaya. dahulu engkau bertugas sebagia pencatat wahyu, membantu Rasulullah. dan seterusnya engkau mengikuti al-Qur'an, karena itu lasanakan tugas menghimpun al-Qur'an. demi Allah kata zaid lebih lanjutseumpamamnya orang membebani kawajiban kepadaku untuk memindahkan sebuah gunung, kuras tidaklebih berat daripada perintah penghimpunan al-Qur'an yang diberikan kepadaku. ku katakan pada abu bakar bagaimana kita boleh melakukan sesuatu yang tidak dilalukan Rasulullah?. abu bakar menyawab demi Allah pekerjaan itu adalah kebajikan.
Setelah menerimah perintah dari khalifah zaid bin tsabit segera melakukan tugasnya dengan sangat hati-hati dan penuh dengan ketelitian. Beliau mulai tugasnya dengan mengumpulkan para sahabat yang hafal Al-Qur’an, bukan hanya berhenti disitu saja tapi para penghafal al-Qur’an tersebut akan diterimah hafalannya dengan syarat harus disertai dengan tulisan ( syahidain ) dua saksi, tertulis dan hafalan. Ibunu hajar menafsirkan kalimat : dua kesaksian yaitu sebagaiman yang dikatakan abu bakar kepada umar dan zaid: “ duduklah kalian berdua dimasjid nabawi. Setiap yang datang kepada kalian membawa dua kesaksian mengenai sesuatu dari kitabullah hendaklah kalian Tetapi jumhur ulama berpendapat kesaksian tertulis itu harus dibawa oleh dua saksi yang adil ( yakni jujur dan saleh) tulis ( al-itqan I, hal, 100). Dan seperti yang di kemukakan oleh ibrahim bahwa setelah menerimah perintah dari khalifah zaid melakukan penelitian dengan cermat, dan tidak merasa cukup dengan al-Qur’an hafalannya dan ditilisnya, bahkan ia perna mencari satu ayat yang hilang yang kemudian di temukan pada seorang anshor yang menulisnya yaitu
z`ÏiB tûüÏZÏB÷sßJø9$# ×A%y`Í (#qè%y|¹ $tB (#rßyg»tã ©!$# Ïmøn=tã ( Nßg÷YÏJsù `¨B 4Ó|Ós% ¼çmt6øtwU Nåk÷]ÏBur `¨B ãÏàtF^tƒ ( $tBur (#qä9£t/ WxƒÏö7s? ÇËÌÈ
23.  Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang Telah mereka janjikan kepada Allah; Maka di antara mereka ada yang gugur. dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu- nunggu[1208] dan mereka tidak merobah (janjinya).
Karena itu abu bakar kata kepada umar bin khattab dan zaid bin tsabit ; duduklah kamu di masjid jika sesorang datang kepadamu membawa al-Qur’an dengan dua orang saksi, maka tulislah.( ibrahim al-ibrasy: 1995, 78)
Perintah penghimpunan al-Qur’an oleh Abu bakar ra selesai di laksanakan dalam kurun waktu satu tahun. Zaid menerimah perintah beberapa saat setelah berakhirnya perang yamamah dan rampung beberapa waktu menjelang wafatnya abu bakar ra. Ini menunjukkan kerjakeras, kesungguhan dan kegigihan para sahabat dalam menghimpun al-Qur’an. Kalau direnung-renungkan betapa cepat zaid mengumpulkan al-Qur’an yang bercecer ditangan satu dan yang lain, dari tempat-tempat yang berbeda pula. Dan dari kulit dedaunnan, kain, pelepah kurmah dan tulang unta yang berserakan ditangan sahabat. Inilah bentuk komitmen mereka dalam kesungguhan menghimpun al-Qur’an.
Kita patut berterimahkasi kepada umar bin khattab yang mana tercatat dalam sejarah bahwa beliau sebagai pemilik idea tau gagasan penghimpunan al-Qur’an, zaid bin tsabit sebagai pencatat dan abu bakar oaring yang pertama menghimpun al-Qur’an. Ini jijealskan oleh imam Ali ra. “ semoga Allah melimpahkan rahmat-nya kepadaa Abu bakar, orang yang pertama yang menghimpun kitabullah diantara dua lauh, yang dimaksud dua lauh adalah lauhulmahkfuz dan mushaf. (subhi as-shidqi; 1985; 88 dlm al-burhan I, hal 239).
Penamaan al-Qur’an dengan mushaf timbul pada masa Abu Bakar ra. Ibnu Asyitah di dalam al-mashahif mengetengahkan sebuah hadist dari musa bin uqbah dan musa musa menerimahnya dari ibnu syihab yang menyatakan sebagi berikut : setelah al-Qur’an dihimpun dan ditulis dalam kertas, abu akar berkata kepada para sahabat “ carikan nama baginya’. Ketika itu ada yang mengusulkan nama as-sifr, tetapi abu bakar ra menjawab: itu nama yang biasa di gunakan yahudi ‘. Mereka tidak menyukai nama itu. Ada lagi yang mengusulkan nama al-mushaf karena orang-orang habasyah menamai hal yang serupa dangan mushaf. Akhirnya semua sepakat menamai al-Qur’an mushaf.(subhi as-shidqi; 1985; 89dlm al-burhan I, 89).
c.       P enghimpunan pada masa Utsman bin Affan ra.
Bukhari dalam shahihnya mengetengahkan sebuah hadis dengan isnadnya ibnu syihab, bahwa anas bin malik menberitahukan kepadanya (ibnu syihab): disaat-saat pasukan syam bersama pasukan irak berperang membela da’awa agama islam di armenia dan adzrebaidzan, hudzaifah bin al-yaman datang menghadap khalifah ‘utsman. Hudzaifah mengutarakan kekhawatirannya tentang perbedaan bacaan Qur’an di kalangan muslimin, kepada utsman, hudzaifah berkata ; “ ya amirul mu’minin, persatukanlah segera tentang umat ini sebelum mereka berselisi tentang kitabullah sebagaiman yang terjadi dikalangan yahudi dan nasrani”. (subhi ash-salih 1985; 89). Khalifah kemudia mengirim sepucuk surat kepada hafsah, berisi permintaan agar hafshah mengirim mushaf yang disimpannya untuk disalin menjadi beberapa naskah. Setelah itu mushaf akan dikembalikan kembali. Hafshah lalu mengirim mushaf yang disimpannya kepada khalifah kemudian memerintakan zaid bin tsabit abdullah bin zubair, sa’id bin al-adh dan abdurrahman bin al-harist bin hisyamsupaya bekerja sama untuk menyalin mushaf secara bersama-sama beberapa bagian. Katiga orang Qureisy di antara mereka itu utsman berpesan ;” kalau terjadi perbedaan antara kalian dan zaid bin tsabit mengenai sesuatu tentang al-Qur’an, maka tulislah menurut dialek Qureisy, karena al-Qur’an diturunkan dalam bahasa mereka”. Mereka lalu bekerja melaksananakan tugas itu hingga mereka berhasil menyalin mshaf menjadi beberapa naskah. Setelah itu  mushaf yang asli dikembalikan ke hashah, kemudian salinannya disebarkan ke berbagai kawasan islam.
Ada lima hal yang dapat kita ambil dari riwayat hadist diatas
a.       Perbedaan bacaan al-Qur’an itulah yang sesungguhnya menjadi pendorong utama bagi utsman untuk memerintahkan penyalinan mushaf hashah menjadi beberapa mushaf.
b.      Komisi yang bertugas menyalin mushaf terdiri empat orang (zaid bin tsabit abdullah bin zubair, sa’id bin al-adh dan abdurrahman bin al-harist bin hisyam), kempat orang tersebut adalah orang yang sangat terpercaya, seperti pengakuan orintalis barat blachere;”takseorangpun yang dapat meragukan dalam rasa tanggung jawab anggota-anggota komisi itu,. Sekalipun mereka belum mengenal metode penelitian – yang memang tidak mudah bagi seseorang pada masa itu- namun mereka adalah orang-orang yang sangat hati-hati dan saleh”.
c.       Komisi itu menggunakan mushaf hafshah sebagai dasar salinan, yang pada hakekatnya komisi tersebut bersandar pada hasil pengumpulan pada masa khalifah abu bakar.
d.      Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa arab dialek Qureisy, dialek yang diutakaman bagi penulisan nask al-Qur’an bila tmbul perbedaan antara tiga orang Qureisy ( dalam komisi tersebut) dan zaid bin tsabit.
e.       Khalifah mengirim mushaf hasil komisi empat ke kawasan islam dan memerintahkan selain salinan komisi empat dibakar agar tidak terjadi peperangan karen masalah bacaan. (subhi ash-salih 1985; 89).

Apa yang dilakukan khalifah dalam membukakukan al-Qur’an pada mulanya mendapat perselisihan, karena selain mushaf hafshah masih banya mushaf yang lain yang diaanranay adalah mushaf ubay bin  ka’ab dan abdullah bin mas’ud. Keduanya termasuk orang yang faham al-Qur’an serta menghafalnya. Tetapi setelah bernegosiasi dengan khalifah dan mendapat bimbingan dari Allah mereka akhirnya mau membakar mushaf mereka.
4.                  Mushaf salinan ‘utsman pada taraf penyempurnaan dan perbaikan
Salinan mushaf khalifah nutsman tidak ber syakal dan tidak bertitik. Cara baca tulisan yang demikian itu membuka kemungkinan terjadinya berbagai macam bacaan di berbagai kota dan daerah yang mempunyai kekhususan sendiri-sendiri sesuai tabi’at dan adat kebiasaa masing-masing. Untuk membaca mushaf tersebut tidak di butuhkan adanya tanda-tanda bunyi ( harokat), tanda-tanda perbedaan huruf berupa titik-titik ( sati titik dua dan tiga dibawah atau diatas huruf). Seperti yang dikatakan abu ahmad al-askari kaum muslimin menbaca al-Qur’an dengan salinan mushaf utsman selama empat puluh tahun lebih, hingga masa kekhalifahan Abdul Malik. Waktu itu banya orang menulis al-Qur’an pada lembaran-lembaran kertas dan akhirnya tersebar luas. ( wafyatul a’yan I, hal 125 dalam subhi ash-salih 1985; 105).
Ada dugaan kuat bahwa yang dimaksud dengan “ banya orang menulis al-Qur’an pada lembaran-lembaran kertas” adalah “ banyaknya orang yang keliru membaca lafadz al-Qur’an dan huruf-hurufnya setelah mereka berbaur dengan orang-orang ‘Ajam ( non Arab), mulai menyentuh kemurnian dan keaslian bahasa arab.
Pada masa khalifah abdul malik, beberapa pembesarpemerintahan meulai khawatir akan kemungkinan terjadinya perubahan nask-nask al-Qur’an jika dibiarkan tampa syakal dan tampak titik. Menurut abu bakar bin mujahid “ syakal maupun titik adalah sama. Hanya saja orang yang membaca lebih cepat memahami danda syakl daripada tanda titi”.
Diriwayatkan ubaidillah bin ziyad memberi perintah kepada orang perisia untuk menamba huruf alif ( tanda bunyi panjang atau madd) pada dua ribu kata yang semestinya dibaca dengan huruf panjang. Misalnya; kata kaanat ditulis tampa alif ( tanda madd atau suara panjang ) menjadi kanat. Semua diubah penulisannya menjadi kaanat. Hal ini dulu perna canangkan oelh khalifah utsman dengan ucapan “ aku menemukan di dalamnya (naskah mushaf salinan) beberapa bacaan yang kelak akan dibetulkan oleh orang arab”. Ibnu abi daud , al-mashahif hal 32 dalam Subhi ash-Salih 1985; 106).
Orang yang pertama kali meletakkan kaidah tatabahasa arab adalah abu aswad ad-duali atas perintah ali bin abi thalib (al-burhan I, hal ; 378). Banya yang berpendapat bahwa penemuan akan cara penulisan al-Qur’an dengan huruf-huruf bertitik merupakan kelanjutan dari abu aswad ad-duali, terlalu banya memang yang membicarakan kegairahan abu aswad ad-duali kepada bahasa al-Qur’an.
Begitulah Allah menjaga kitabnya, Allah yang menurunkan dan Allah lah yang akan menjaganya.
$¯RÎ) ß`øtwU $uZø9¨tR tø.Ïe%!$# $¯RÎ)ur ¼çms9 tbqÝàÏÿ»ptm: ÇÒÈ
“ Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya”
Orientalis dan Al-Qur’an
Salah satu objek kajian dalam Islam yang menarik minat orientalis adalah Al-Qur’an. Mereka sengaja mengkaji kitab suci kaum muslimin ini untuk mencari pembuktian kalau-kalau ada penyimpangan di dalamnya, sebagaimana yang terjadi pada Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.
Para orientalis telah mencurahkan seluruh hidupnya guna mencari kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam Al-Qur’an. Pertama kali yang mereka lakukan adalah mencoba menyingkap perubahan teks Al-Qur’an yang menurut mereka tidak terjadi dalam kajian kitab Injil.
Pendapat ini telah dibantah oleh Prof. Dr. M.M al A’zami dalam bukunya berjudul: “The History of The Qur’anic Text – From Revelation to Compilation”. Buku tersebut telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul: “Sejarah Teks Al-Quran, Dari Wahyu Sampai Kompilasinya.”
Dalam buku ini Dr. Azami dengan gamblang menjelaskan bahwa telah terjadi perubahan yang mendasar dalam teks-teks Injil. Kitab Injil yang sekarang ini sudah mengalami perubahan beberapa kali. Sebelum muncul keempat Injil yaitu Markus, Matius, Yohanes dan Lukas, para pengikut awal Yesus telah menyusun kitab mereka masing-masing. Dalam kita tersebut tak ada hal yang dramatis tentang kehidupan Yesus. Tak ada riwayat-riwayat mengenai pengorbanan dan penebusan spiritual. Fokusnya hanya terbatas pada ajaran-­ajarannya, pikiran-pikirannya dan tata cara serta perilaku yang ia jelaskan. Begitu juga pada pembaruan-pembaruan sosial yang ia canangkan.
Karangan yang sekarang disebut Injil Yesus, yang kemudian diberi nama Injil Q, bukanlah sebuah teks yang asli. Selama abad pertama orang-orang telah menyisipkan teks-teks yang berbeda dengan isi Injil tersebut. Tulisan yang asli sangat mencolok yaitu penuh dengan kalimat-kalimat yang sederhana tapi padat, tanpa adanya ajakan kepada suatu agama baru dan tidak ada isyarat apa pun tentang Yesus Kristus sebagai Anak Tuhan.
Ini artinya, Q sebagai sebuah kitab sebenarnya telah hilang keotentikannya. Teks-teks yang menggantikannya, berupa riwayat-riwayat kehidupan Kristus yang dramatis, telah mengantarkan kepada suatu perubahan serta membantu menghidupkan mitos-mitos dan spekulasi yang sejak itu telah menutupi figur Yesus yang sebenarnya.
Selain masalah perubahan teks, para orientalis juga menyerang Al-Qur’an dari segi kompilasi. Mereka mempertanyakan kekhawatiran Umar akan lenyapnya Al-Qur’an setelah banyaknya para huffaz yang meninggal dalam perang Yamamah
Lebih jauh lagi, para orientalis mempertanyakan mengenai bahan­-bahan yang telah ditulis waktu itu tapi tidak disimpan oleh Nabi Muhammadsendiri. Demikian halnya mengenai Zaid bin Tsabit yang tidak berhasil menyusun Suhuf Al-Qur’an yang bisa dipakai rujukan setelah meninggalnya Rasulullah.
Berdasar asumsi tersebut kemudian para orientalis berkesimpulan bahwa berita Al-Qur’an yang didektikan sejak awal penulisannya dianggap palsu.
Terhadap pendapat ini DR. Azami mengatakan bahwa kesimpulan itu sangat keliru dan ngawur. Para orientalis itu berlagak tolol dan mengingkari tradisi keilmuan Islam. Rasulullah memang sengaja tidak menyimpan setiap naskah Al-ur;an dikarenakan waktu itu masih turun wahyu-wahyu baru. Juga adanya perubahan-perubahan urutan ayat-ayat yang akan merubah pula urutan dikemudian hari. Jika ini dilakukan maka Rasulullah khawatir akan membuat informasi yang keliru dan merugikan ummatnya. Ini jelas kerugian lebih besar dari pada manfaatnya.
Adapun Zaid bin Tsabit tidak menyusun dan tidak menjadikannya sebagai rujukan pada masa pemerintahan Abu Bakar, ini terkait dengan legimitasi sebuah dokumentasi. Untuk mendapat sebuah pengesahan, seorang murid harus menjadi saksi mata dan menerima secara langsung dari gurunya. Jika unsur kesaksian tidak ada, buku seorang ilmuwan yang telah meninggal dunia, misalnya, akan menyebabkan hilanganya nilai teks itu. Inilah yang dilakukan Zaid demi menghindari kekuarang-sahnya teks tersebut..(”Bahkan mereka mengatakan: “Muhammad telah membuat-buat Al-Qur’an itu”, Katakanlah: “(Kalau demikian), maka datangkanlah sepuluh surat-surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar.

Kesimpulan
Allah yang menurunkan dan Allah lah yang akan menjaganya.
$¯RÎ) ß`øtwU $uZø9¨tR tø.Ïe%!$# $¯RÎ)ur ¼çms9 tbqÝàÏÿ»ptm: ÇÒÈ
“ Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya”
Baik itu lewat perantaraan makhluknya dengan cara menghafal maupun dengan cara mebukukannya. Hingga masih sampai kegenerasi kita dan hingga hari kiamat kelak.
Ada tiga periode pengumpulan al-Qur’an
1.      Periode Rasulullah
2.      Priode Abu Bakar Ash-Shiddiq
3.      ‘Utsman Bin Affan










Daftar pustaka
As-shalih, Subhi, 1985, membahas ilmu-ilmu Al-Qur’an pustaka firdaus jakarta.
Ats Tsaqofi Dan Ahmad Bin Ibrahim Bin Az Zubair; 1987; Al-Burhan Fi Tanasubi Suwari A-Qur’an, Al-Jamiah Al Zaituniyah
As Syafi’i Dan Jalaluddin As Sayuti; Al-Itqon Fi Ulumil Qur’an, Darul Fikr Jakarta
Baidan, Nasruddin, 1997; Metodologi Penafsiran Al-Qur’an, Pustaka Pelajar, Jogjakarta
Baidan, Nasruddin, 2002; Metodologi Penafsiran Al-Qur’an, Pustaka Pelajar, Jogjakarta
Ibrahim al-ibyary, 1995; pengenalan sejarah al-Qur’an; pt. raja grafindo, jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar